Wednesday, April 30, 2025

MENDAPATKAN FUTUH SEBAB BERKHIDMAH PADA GURU

 

Pada pembahasan sebelumnya, kita telah menyadari betapa pentingnya membersihkan hati dari sifat-sifat buruk seperti sombong, iri, riya, dan dengki. berikut juga cara menjaganya agar tetap bersih, Hati yang bersih akan memancarkan kebaikan dalam ucapan dan perbuatan, dan menjadi tempat pantulan cahaya ilahi. Sekarang, untuk memperdalam pemahaman kita, ada sebuah kisah teladan dari seorang ulama besar, Imam Al Ghazali, yang dikenal sebagai hujjatul Islam dan ahli dalam bidang tasawuf. Dari kisah ini, kita akan melihat bagaimana hati yang bersih bisa tampak dalam kehidupan sehari-hari, terutama sebagai seorang santri dengan jiwa khidmahnya kepada kiai yang telah membimbingnya untuk mengenal allah dan rasulullah .

Alkisah, suatu hari ketika Imam Al Ghazali menjadi imam di sebuah masjid. Tetapi saudaranya yang bernama Ahmad tidak mau berjamaah bersama, Imam Al Ghazali lalu berkata kepadanya sang ibu, "Wahai ibu, perintahkan saudaraku Ahmad agar shalat mengikutiku, supaya orang-orang tidak menuduhku selalu bersikap jelek terhadapnya."


Ibu Imam Al Ghazali pun memerintahkan putranya Ahmad agar shalat makmum kepada kakaknya yakni Imam Al Ghazali, dan Ahmad pun melaksanakan perintah sang ibu untuk shalat bermakmum kepada Imam Al Ghazali.


Namun saat tengah berjamaah Ahmad melihat perut sang kakak berdarah, maka ia pun (Mufaraqah) membatalkan bermakmum kepada kakaknya, dan meneruskan shalat sendiri. 


Usai shalat, Imam Al Ghazali bertanya, "Mengapa kamu membatalkan makmum kepadaku?"


 “Aku melihat kanda penuh darah." jawab Ahmad, adiknya.


Sejenak Imam Al Ghazali termenung. Kemudian berkata, "Memang dalam shalat saya sedang berpikir tentang persoalan haid."


Adik kandung Imam Ghazali memang dikenal sebagai ahli Kasyf, mampu melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang awam.


Seketika itu Ghazali sadar tentang pentingnya dunia sufi. Dan kejadian inilah yang mendorong beliau mendalami ilmu tasawuf.


Imam Al Ghazali bertanya kepada adiknya Ahmad, "Dari manakah engkau belajar ilmu pengetahuan seperti itu?"


Saudaranya menjawab, "Aku belajar Ilmu kepada Syekh Al Utaqy, yaitu seorang tukang jahit sandal-sandal bekas.” 


Imam Al Ghazali lalu pergi kepadanya. Beliau berkata kepada Syekh Al khurazy "Saya ingin belajar kepada Tuan."


Syeikh itu berkata “Mungkin engkau tidak sanggup mengikuti perintah-perintahku."


Imam Al Ghazali menjawab: "Insya Allah, saya kuat." 


Syeikh Al Khurazy berkata: "Bersihkanlah (sepuluh) lantai ini ". IImam Al Ghazali lalu hendak membersihkannya dengan sapu.


Tetapi Syekh itu berkata: "Sapulah (bersihkanlah) dengan tanganmu."


Lalu Imam Al Ghazali menyapun lantai dengan tangan beliau, kemudian beliau melihat kotoran yang banyak dan bermaksud menghindari kotoran itu. 


Namun Syekh berkata: "bersihkan pula kotoran itu dengan tanganmu."


Imam Al Ghazali lalu bersiap membersihkan dengan menyisingkan pakaiannya. 


Melihat keadaan yang demikian itu Syekh berkata “Nah bersihkan kotoran itu dengan pakaian seperti itu." 


Imam Al Ghazali menuruti perintah Syekh tersebut dengan hati yang ridha dan ikhlas. Tetapi begitu Imam Al Ghazali akan memulai melaksanakan perintah Syekh, beliau langsung mencegahnya dan memerintahkan agar pulang.


Imam Al Ghazali pulang dan setibanya di rumah beliau mendapat ilmu pengetahuan yang luar biasa. Dan Allah telah memberikan ilmu laduni atau ilmu kasyaf yang diperoleh dari ilmu tasawuf atau kebersihan hati kepad beliau.


Selain menggambarkan kita bagaimana upaya Imam Ghazali dalam menjaga kebersihan hati,  perjalanan hidup Imam Ghazali ini mengajarkan akan pentingnya seorang santri untuk tidak pernah berhenti belajar. Meski telah bergelar syekh, semangat Imam Ghazali dalam mencari ilmu tidak pernah padam. Selanjutnya, seorang muslim juga perlu memiliki guru spiritual yang dapat membimbing, mengarahkan, serta memperbaiki hati. Dalam dunia tasawuf, karena hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena menjadi pusat dan penentu kualitas spiritual seseorang.


‘Ala kulli hal semoga Allah selalu menjaga hati kita, aamiin.


Sumber: 
Syarh Maraqi al-Ubudiyah h. 85 karya syeikh Nawawi Al Bantani.

Oleh: Al-Kamali.


Latest
Next Post

0 comments: