“Tulisan adalah ruang aman bagi hati yang tak bisa berbicara”
Lelaki itu tidak banyak bercerita. Tetapi ia menulis. Dan dalam setiap tulisannya, ada dirinya yang sedang belajar memahami hidup, mengenal Tuhan, dan merawat perasaannya dengan tenang.
Ia menulis bukan untuk dipublikasikan, bukan pula untuk dikagumi. Ia hanya ingin jujur pada dirinya sendiri. Di antara lembaran-lembaran kertas lusuh dalam buku catatan kecilnya, tersimpan perenungan-perenungan sederhana, tentang kehilangan yang tidak sempat ia tangisi, tentang kesabaran yang tak pernah ia banggakan, tentang keyakinan yang perlahan tumbuh di tengah keraguan.
Tulisannya tidak panjang. Kadang hanya satu paragraf pendek, kadang sebaris doa yang bahkan tidak lengkap. Namun justru dari sana, ia menemukan ketenangan. Setiap huruf adalah bentuk syukur, setiap titik adalah jeda untuk merenung, dan setiap halaman adalah rasa kebanggan yang tidak bisa diungkapkan. Perlahan, namun pasti.
Baginya, tulisan adalah ruang aman. Tempat di mana ia tak perlu terlihat kuat, tak perlu terdengar bijak. Ia boleh rapuh, bingung, bahkan marah. Ia menulis saat hatinya tenang, tetapi juga saat ia merasa jauh dari Rabb-Nya. Sebab ia percaya, Tuhan tidak hanya mendengar doa yang dilafalkan. Tuhan juga membaca kata-kata yang ditulis dengan hati.
Dalam dunia yang ramai oleh suara, ia memilih diam. Tetapi diamnya bukan hampa. Sebab lewat tulisannya, ia sedang bersujud dengan caranya sendiri.
Oleh : Alp
0 comments: