Sunday, May 25, 2025

Tak Semua Tanya Membawa Terang

“Ketika Kepatuhan Lebih Utama dari Pertanyaan”

Dalam kehidupan sehari-hari, bertanya adalah hal yang wajar bahkan penting. Bertanya adalah awal dari ilmu. Namun, ada kalanya bertanya terus-menerus bukan lagi cerminan keingintahuan yang sehat, melainkan tanda ketidak ikhlasan dan keraguan. Dalam Islam, Allah telah memberikan sebuah pelajaran besar tentang hal ini melalui kisah Bani Israil yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Kisah ini tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 67–71. Allah memerintahkan Bani Israil, melalui Nabi Musa ‘alaihis salam, untuk menyembelih seekor sapi. Perintah ini sesungguhnya sederhana dan tidak rumit.

Allah berfirman:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةًۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًاۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ ۝٦٧

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi.' Mereka berkata: 'Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai olok-olokan?' Musa menjawab: 'Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. Al-Baqarah: 67)

Namun alih-alih langsung melaksanakan perintah tersebut, mereka justru mempertanyakannya berulang kali. Mereka meminta Nabi Musa untuk bertanya kembali kepada Allah tentang detail-detail yang sebenarnya tidak penting, seperti umur sapi, warnanya, dan ciri-ciri khusus lainnya.

Setiap kali Bani Israil bertanya, Allah memberikan jawaban yang semakin mempersempit pilihan mereka. Pada awalnya, perintahnya mudah, sembelih sapi. Tapi karena terus bertanya, akhirnya mereka harus mencari sapi dengan kriteria sangat spesifik yang tentu sulit ditemukan.

قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْاَرْضَ وَلَا تَسْقِى الْحَرْثَۚ مُسَلَّمَةٌ لَّاشِيَةَ فِيْهَاۗ قَالُوا الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَࣖ ۝٧١

Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu, mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.

Ayat ini menunjukkan bahwa mereka akhirnya menyembelih sapi tersebut, tetapi dengan enggan dan nyaris sulit dilakukan karena sulitnya mencari sapi yang spesifikasinya seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an. Ini adalah bukti bahwa terlalu banyak bertanya bukan untuk mencari pemahaman, tetapi untuk menunda atau meragukan dan justru menjadi beban bagi diri sendiri.

“Diam dan Tunduk Kadang Itulah Hikmah Tertinggi”

Tidak semua hal harus kita pahami secara rinci sebelum melaksanakannya. Dalam agama, banyak hal yang menuntut keimanan dan ketundukan terlebih dahulu sebelum logika dan perasaan bisa mengikutinya. Ketika Allah memerintahkan shalat lima waktu, zakat, atau menutup aurat, kita tidak perlu terus bertanya "kenapa", melainkan langsung berusaha taat semampunya.

Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Tugas kita adalah melaksanakan dengan penuh iman dan tawakal.

Kisah Bani Israil dalam Surah Al-Baqarah bukan hanya sejarah, tapi cermin. Ia mengingatkan kita bahwa kepatuhan dan keikhlasan jauh lebih mulia daripada sekadar logika dan perdebatan.

Maka, jika dalam hidup ini kamu merasa sedang diuji dengan perintah yang terasa berat atau tak sepenuhnya kamu pahami, tenanglah. Taatlah dulu. Karena bisa jadi, dalam keikhlasan itu terdapat kemudahan yang selama ini kamu cari.

Oleh: Alp.


Related Posts

0 comments: