Langit sore hari nampak cerah. Sayangnya, jalan raya tidak bersahabat. Dalam perjalanan saya menuju Kudus, demi menghadiri Harlah Pondok Pesantren Al-Fattah di Kudus pada Rabu (24/09) ba’da Isya’, truk-truk besar memenuhi jalanan. Kepul asap menghantam muka dari knalpot-knalpot tak tahu tata krama.
Untungnya, saya akhirnya bisa hadir tepat waktu. Sebelum Isya’. Mandi terlebih dahulu, membersihkan diri dari gumpalan debu perjalanan dari Semarang, membersihkan diri dari gumpalan dosa karena jauh dari taat selama masa kuliah. Menyiapkan diri untuk acara maulid, untuk menyambut Baginda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.
Lantunan bacaan Simthud Durror menggetarkan langit-langit, mengetuk hati yang sudah lama rindu kepada Baginda Nabi. Tabuhan Rebana yang kencang menggedor-gedor pintu hati yang selama ini tertutup untuk kebaikan-kebaikan. Suasana yang luar biasa, menenangkan relung jiwa, mengistirahatkan hati dari kemelut masalah dunia.
Acara Harlah ini dihadiri oleh Habib Muhammad bin Husein bin Anis Al Habsyi dari Solo. Beliau memberikan mauidhoh kepada hadirin tentang sesuatu yang kita miliki, yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh para sahabat yang hidup di zaman Nabi. Yakni menghidupkan sunnah di zaman fitnah.
إحياء السنة في زمان الفتنة
Dan tentu saja, pahala memperjuangkan sunnah di zaman ini lebih besar daripada di zaman Nabi.
Habib Muhammad mencontohkannya dengan memakai Imamah, sorban yang biasa dikenakan diatas peci. Pernah beliau melihat ada anak yang dikira mau karnaval dan berperan sebagai Pangeran Diponegoro karena memakai Imamah.
Habib Muhammad juga mencontohkan dengan memakaikan pakaian putih. Sekarang, orang yang pergi ke Masjid memakai pakaian putih itu jarang. Padahal itu sunnah Nabi.
"Jangan takut dirasani (digunjingkan) tetangga," ucap beliau.
Beliau juga menekankan
rasa atau cinta kepada Baginda Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
"Semua keutamaan yang kita miliki, itu semua adalah partikel dari Baginda Nabi," ungkap beliau.
Jadi, jangan sampai ada orang yang berani mengatakan memiliki keutamaan, dan ngomong kalau keutamaan itu bukan dari Baginda Nabi Muhammad.
"Dan dakwah yang paling aslam, paling selamat di akhir zaman ini, adalah mengajarkan mahabbah kepada Baginda Nabi."
Habib Muhammad menunjukkan kepada hadirin bagaimana Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi mengajarkan kita lewat dzauq (rasa) cinta kepada Nabi berkali-kali dalam kita maulidnya, Simthud Durror.
Pada akhir kunjungan di Kudus, beliau tak melupakan ziaroh Maqbaroh Abuya Ahmadi Abdul Fattah. Yang mana harlah ini adalah harlah pertama tanpa sosok Abuya di atas kursi.
Oleh : K-San.
0 comments: