Wednesday, September 3, 2025

Sang Pembeda Antara Haq dan yang Bathil : Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

 

    Kisah Sayyidina Umar bin Khattab adalah kisah tentang seorang tokoh yang pada awalnya sangat membenci Islam, namun kemudian menjadi salah satu pilar terkuatnya. Kisah ini menceritakan perjalanan beliau yang penuh gejolak, dari seorang yang paling menentang hingga menjadi pahlawan yang memuliakan Islam.

Awal Penentangan terhadap Islam

    Sebelum masuk Islam, Sayyidina Umar bin Khattab dikenal sebagai salah satu pemuka Quraisy yang paling kejam dan paling membenci ajaran tauhid. Ia adalah sosok yang disegani dan ditakuti, bersekutu erat dengan Abu Jahal, dan keduanya selalu kompak dalam menindas kaum Muslim. Saking kuatnya kebencian Sayyidina Umar, ia bahkan membuat jadwal harian khusus untuk menyiksa orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ, melakukan penyiksaan dengan kejam dan tanpa belas kasihan. Kebencian ini telah mendarah daging, diturunkan dari ayahnya, Khattab bin Amr bin Nufail, yang juga seorang pembenci ajaran tauhid.

Pergolakan Batin dan Peristiwa yang Mengubah Hati

    Pergolakan batin Sayyidina Umar dimulai suatu malam ketika ia sedang berpatroli. Dalam kegelapan, ia melihat seorang wanita bernama Ummu Abdillah, yang sedang menggendong anaknya, berusaha hijrah secara diam-diam melalui pegunungan yang sulit. Melihat seorang ibu berjuang sekuat tenaga, menanggung beban berat demi menjaga keimanannya, hati Sayyidina Umar yang keras mulai merasakan kegelisahan. Ia merasa ada yang salah dengan tindakannya selama ini. Namun, alih-alih merenung, ia memutuskan untuk mengakhiri masalah ini secara radikal, yakni membunuh Nabi Muhammad ﷺ.

    Di tengah perjalanan untuk melampiaskan niat jahatnya, Sayyidina Umar bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah, seorang Muslim yang menyembunyikan keimanannya. Nu'aim membocorkan rahasia bahwa adik perempuan Sayyidina Umar, Fatimah, dan suaminya, Said bin Zaid, telah memeluk Islam. Mendengar berita tersebut, amarah Sayyidina Umar memuncak. Ia segera berbalik arah dan bergegas menuju rumah adiknya. Tanpa ragu, ia mendobrak pintu dan mendapati Fatimah serta suaminya sedang membaca Al-Qur'an, dipandu oleh guru ngaji mereka, Khabbab bin Al-Arat. Sayyidina Umar langsung memukuli Said dan mendorong Fatimah hingga ia terjatuh dan berdarah.

    Namun, Fatimah yang berlumuran darah justru menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa. Dengan lantang, ia berteriak, "Wahai Umar, jika pun engkau membunuhku, ketahuilah, kami telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya!"

Sayyidina Umar Memeluk Islam

    Mendengar keteguhan hati adiknya yang luar biasa, hati Sayyidina Umar yang sekeras batu mulai luluh. Ia merasakan getaran aneh dan tiba-tiba saja merasa menyesal. Dengan lembut, ia meminta untuk diperlihatkan apa yang mereka baca. Fatimah, yang baru saja bangkit, meminta Sayyidina Umar untuk bersuci terlebih dahulu. Setelah itu, Sayyidina Umar mengambil lembaran yang berisi surat Thaha. Ia membaca ayat-ayat suci itu, dan keindahan serta kebenaran Al-Qur'an merasuk ke dalam relung hatinya.

طٰهٰ​ ۚ‏مَاۤ اَنۡزَلۡـنَا عَلَيۡكَ الۡـقُرۡاٰنَ لِتَشۡقٰٓى ۙ‏اِلَّا تَذۡكِرَةً لِّمَنۡ يَّخۡشٰى ۙ‏ تَنۡزِيۡلًا مِّمَّنۡ خَلَقَ الۡاَرۡضَ وَالسَّمٰوٰتِ الۡعُلَى ؕ‏ 

"Thaa Haa. Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau susah payah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi."

    Ayat-ayat ini meluluhkan kekerasan hatinya dan mengubah pandangannya. Sayyidina Umar kemudian bertanya di mana ia bisa menemukan Nabi Muhammad ﷺ. Khabbab bin Al-Arat, yang sejak tadi bersembunyi di dalam rumah, keluar dan menuntun Sayyidina Umar ke Darul Arqam, sebuah tempat persembunyian para sahabat.

Di sana, Nabi Muhammad ﷺ menyambut Sayyidina Umar dengan pertanyaan yang menusuk kalbu, "Wahai Umar, apakah engkau akan menunggu azab Allah datang baru engkau mau beriman?" Pertanyaan itu diulang hingga tiga kali, dan akhirnya Sayyidina Umar berlutut, tak kuasa menahan gejolak di dadanya. Ia pun mengucapkan syahadat, "Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah." Seketika, para sahabat yang berada di dalam ruangan bertakbir dengan suara yang sangat keras hingga getarannya terdengar sampai ke Ka'bah.

Pahlawan Pembela Islam

    Setelah beriman, Sayyidina Umar tidak ragu sedikit pun. Ia langsung bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ, "Siapa orang yang paling membenci Islam selain diriku?" Para sahabat menjawab, "Abu Jahal." Sayyidina Umar segera mendatangi rumah Abu Jahal, dan dengan berani mengucapkan syahadat di depannya, membuat Abu Jahal terkejut dan membanting pintu. Tidak berhenti di situ, Sayyidina Umar lalu mencari Jamil bin Ma'mar, seseorang yang dikenal tidak bisa menyimpan rahasia, dan mengucapkan syahadatnya di hadapan banyak orang di sekitar Ka'bah. Sesuai dugaan, berita keislaman Sayyidina Umar menyebar dengan sangat cepat di seluruh Mekkah.

    Akibatnya, Sayyidina Umar dikeroyok oleh puluhan orang Quraisy dari pagi hingga sore selama berhari-hari. Namun, beliau tetap berdiri teguh, terus berteriak mengucapkan syahadatnya tanpa rasa takut. Keberanian dan ketabahannya membuat orang-orang Quraisy ketakutan, dan mereka akhirnya tidak lagi berani mengganggunya. Keislaman Sayyidina Umar bin Khattab ini menjadi tonggak penting yang menguatkan Islam dan mengabulkan doa Nabi Muhammad ﷺ yang meminta kepada Allah untuk memuliakan Islam dengan salah satu dari dua Umar, yaitu Umar bin Amr bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab.

Masa Kekhalifahan dan Keagungan Al-Faruq

    Setelah Sayyidina Umar bin Khattab mengucapkan syahadat, keislamannya tidak hanya mengubah pribadinya, tetapi juga mengubah wajah Islam secara keseluruhan. Ia menjadi kekuatan baru yang membuat Islam berani menampakkan diri. Ibnu Mas'ud, salah seorang sahabat, bahkan mengatakan, "Kami senantiasa menjadi mulia semenjak Islamnya Umar."

    Pasca wafatnya Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah kedua. Selama 10 tahun memimpin, beliau menunjukkan keteladanan yang luar biasa dan menorehkan sejarah gemilang bagi peradaban Islam. Beliau dijuluki Al-Faruq, yang berarti 'pembeda antara yang hak dan yang batil', sebuah julukan yang diberikan langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ karena keberaniannya.

    Di bawah kepemimpinan beliau, wilayah kekuasaan Islam meluas dengan sangat pesat, mencakup wilayah seluas 1,5 juta km². Pasukan Muslim berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia dan menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Romawi, termasuk Syam dan Mesir. Sayyidina Umar adalah seorang ahli strategi perang yang ulung, namun kepemimpinannya tidak hanya terbatas pada militer.

    Beliau juga seorang pemimpin yang visioner dan adil. Beliau melakukan berbagai reformasi administratif yang fundamental, di antaranya:

  •  Pembentukan Sistem Pemerintahan: Sayyidina Umar membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa provinsi, menetapkan gubernur, dan mendirikan lembaga peradilan untuk memastikan tegaknya keadilan.
  •  Penetapan Kalender Hijriah: Untuk menyatukan umat Islam, beliau menetapkan kalender Islam yang dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Mekkah ke Madinah.
  •  Baitul Mal (Kas Negara): Beliau mendirikan lembaga keuangan negara untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran, memastikan setiap warga negara mendapatkan haknya, termasuk memberikan santunan kepada fakir miskin dari kalangan Muslim, Yahudi, dan Nasrani.
  •  Pelayanan Publik: Beliau membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan rumah peristirahatan bagi para musafir. Beliau juga mendirikan sekolah dan memberikan gaji kepada guru.

    Meskipun memimpin kekhalifahan yang begitu luas dan kaya, Sayyidina Umar tetap menjalani hidup yang sangat sederhana. Beliau sering berpatroli di malam hari untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Beliau tidak segan tidur di bawah pohon, mengenakan pakaian yang bertambal, dan makan roti gandum keras. Keadilan dan kesederhanaannya membuatnya dicintai oleh rakyatnya dan disegani oleh musuh-musuhnya.

Akhir Perjalanan dan Wafatnya Sang Khalifah

    Kisah hidup Sayyidina Umar bin Khattab berakhir tragis. Pada tanggal 26 Dzulhijjah tahun 23 Hijriah, saat sedang mengimami shalat Subuh di Masjid Nabawi, beliau ditusuk oleh seorang budak Majusi Persia bernama Abu Lu'lu'ah (Fairuz). Serangan itu dilakukan dengan belati bermata dua yang telah dilumuri racun. Sayyidina Umar terjatuh bersimbah darah setelah mendapatkan enam tusukan.

    Meskipun terluka parah, beliau tetap berupaya melanjutkan shalat dan sempat menunjuk Abdurrahman bin Auf sebagai penggantinya untuk mengimami shalat. Sebelum menghembuskan napas terakhir, beliau menunjukkan ketenangan luar biasa dan mengucapkan rasa syukurnya bahwa pembunuhnya bukanlah seorang Muslim.

    Sayyidina Umar bin Khattab wafat tiga hari setelah penusukan, meninggalkan warisan kepemimpinan yang adil dan berani. Atas permintaannya, beliau dimakamkan di samping makam Nabi Muhammad ﷺ dan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Wafatnya Sayyidina Umar merupakan kehilangan besar bagi umat Islam, dan para sahabat, termasuk Ibnu Mas'ud, mengenangnya sebagai sosok yang telah menjadi benteng pelindung bagi umat.


Previous Post
Next Post

0 comments: