Monday, September 1, 2025

Sang Pintu ilmu Rasulullah ﷺ : Sayyidina Ali karramallahu wajhah

Gelar dan Keistimewaan Sayyidina Ali

    Dalam narasi ini, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dijuluki karramallahu wajhah, yang berarti 'semoga Allah memuliakan wajahnya'. Gelar ini disematkan karena beliau tidak pernah menggunakan matanya untuk melihat hal-hal yang buruk. Sebagai contoh, dalam sebuah duel, jika pakaian musuhnya tersingkap dan auratnya terlihat, Sayyidina Ali akan menghentikan duel tersebut dan memberikan kesempatan kepada musuhnya untuk membenahi pakaiannya terlebih dahulu, karena beliau tidak ingin melihat aib orang lain.

Kehidupan Awal dan Nasab

    Sayyidina Ali adalah putra dari Abu Thalib, yang merupakan paman dari Nabi Muhammad ﷺ. Beliau menikah dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah ﷺ, dan dari pernikahan ini lahir dua putra, yaitu Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Keduanya kelak dikenal sebagai pemimpin para pemuda di surga.

Sejak kecil, tepatnya saat berusia enam tahun, Sayyidina Ali diasuh oleh Nabi Muhammad ﷺ. Beliau tumbuh di bawah bimbingan langsung Rasulullah ﷺ, yang membentuknya menjadi pribadi yang sangat cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki kecintaan yang tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya. Beliau merupakan anak laki-laki pertama yang memeluk Islam, pada usia sekitar 10 tahun, dan termasuk dalam golongan as-sabiqun al-awwalun (orang-orang yang pertama kali beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ).

Kepintaran, Kezuhudan, dan Keberanian dalam Perang

    Sayyidina Ali dijuluki Babul Ilmi (gerbang pengetahuan) karena kepandaiannya yang luar biasa. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda, "Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." Beliau sering bertindak sebagai juru tulis Rasulullah ﷺ. Sifatnya yang lain adalah kezuhudan dan kedermawanan, di mana beliau hidup sangat sederhana dan tidak suka menumpuk harta.

    Sayyidina Ali juga terkenal sebagai seorang yang sangat pemberani. Ketika kaum Quraisy berencana membunuh Nabi Muhammad ﷺ sebelum hijrah ke Madinah, Sayyidina Ali menggantikan posisi beliau di tempat tidur untuk mengelabui para pengepung. Aksi ini menunjukkan keberaniannya yang tak tertandingi dalam melindungi Rasulullah ﷺ. Beliau memiliki pedang yang sangat legendaris bernama Zulfikar. Beliau berpartisipasi dalam semua peperangan bersama Rasulullah ﷺ, kecuali Perang Tabuk, di mana beliau ditugaskan untuk menjaga kota Madinah.

Beberapa kisah heroik beliau dalam pertempuran :

  • Perang Badar: Sayyidina Ali berhadapan langsung dengan tiga pendekar dari kaum Quraisy yang paling ditakuti, yaitu Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, dan Walid bin Utbah. Dengan gagah berani, Sayyidina Ali berhasil mengalahkan mereka semua.

  • Perang Khandaq: Dalam perang ini, kaum Quraisy memiliki seorang pendekar tangguh bernama Amr bin Abdi Wud. Ketika Amr menantang para sahabat, tidak ada yang berani maju kecuali Sayyidina Ali. Beliau maju dan berhasil mengalahkan Amr bin Abdi Wud, yang membuat para prajurit Quraisy lainnya gentar.

Masa Kekhalifahan dan Akhir Hidup

    Setelah meninggalnya Khalifah Utsman bin Affan, Sayyidina Ali dibaiat menjadi khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin. Salah satu jasanya yang paling penting adalah memerintahkan pengembangan ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) untuk mencegah kesalahan fatal dalam membaca Al-Qur'an dan Hadits, terutama karena banyak kaum non-Arab yang baru memeluk Islam.

    Sebagai pemimpin, Sayyidina Ali tetap rendah hati dan adil. Suatu ketika, baju zirah beliau hilang dan ditemukan di tangan seorang Yahudi. Sayyidina Ali tidak serta merta mengambilnya, melainkan mengajukan masalah ini ke pengadilan. Meskipun pengadilan awalnya memutuskan baju zirah itu milik orang Yahudi, orang Yahudi tersebut terkesima melihat keadilan Sayyidina Ali, yang rela melalui proses hukum untuk sesuatu yang jelas-jelas miliknya. Akhirnya, orang Yahudi tersebut mengakui bahwa ia telah mencuri baju zirah itu, dan sebagai hasilnya, ia mengembalikan baju zirah tersebut dan memeluk Islam.

    Sayyidina Ali bin Abi Thalib wafat pada tanggal 21 Ramadhan 40 Hijriah, atau 29 Januari 661 Masehi. Beliau dibunuh oleh seorang pengikut Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam di Masjid Kufah saat hendak melaksanakan shalat subuh. Meskipun ditikam dengan pedang beracun, Sayyidina Ali tetap menunjukkan akhlak mulia. Beliau berpesan kepada para sahabat agar Abdurrahman bin Muljam hanya dihukum setimpal atas perbuatannya, dan tidak disiksa lebih dari satu pukulan. Sayyidina Ali meninggal dua hari setelah kejadian tersebut. 

Oleh: Tim Litbang.

Previous Post
Next Post

0 comments: