Thursday, May 29, 2025

Arti Seorang Sahabat

 

Setiap orang pasti memiliki teman. Namun, tidak semua orang beruntung memiliki seorang sahabat sejati. Teman bisa hadir dalam jumlah banyak, meramaikan hari-hari kita saat tawa mudah keluar, saat hidup terasa ringan. Namun, cobalah perhatikan ketika kesulitan datang—tak jarang mereka perlahan menghilang, tak terlihat batang hidungnya. Di sinilah perbedaan mencolok terlihat antara seorang teman dan seorang sahabat.

Sahabat adalah mereka yang datang bukan hanya saat kita tertawa, tapi juga saat kita menangis. Ia hadir bukan untuk sekadar mengisi ruang, tapi untuk menjadi penopang hati. Sahabat bisa jadi bukan bagian dari keluarga, tapi kehadirannya terasa seperti keluarga yang tak terpisahkan. Ia adalah seseorang yang peduli, yang tak lelah mendengarkan, dan senantiasa menguatkan.

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan terbaik dalam hal persahabatan. Beliau memiliki banyak sahabat mulia, dan salah satu yang paling dekat dengannya adalah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Gelar Ash-Shiddiq (yang membenarkan) disematkan kepadanya karena keimanan dan kepercayaannya yang luar biasa kepada Rasulullah, terutama saat peristiwa Isra’ Mi’raj, perjalanan luar biasa yang tidak masuk akal bagi kebanyakan orang kala itu. Namun, Abu Bakar berkata, “Jika beliau yang mengatakannya, maka aku membenarkannya.” Inilah bukti keimanan dan kepercayaan yang utuh yang menjadi fondasi dari sebuah persahabatan sejati.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin pernah merasakan kehangatan sahabat yang tulus. Misalnya, ketika ia memiliki makanan, ia akan berbagi dengan sepenuh hati. Bahkan ketika kita mengambil dalam jumlah banyak, ia hanya akan tersenyum dan tertawa, tanpa rasa marah. Bandingkan dengan teman biasa, yang mungkin langsung berubah sikap hanya karena kita mengambil sedikit lebih banyak dari yang seharusnya.

Dalam bercanda pun, sahabat terasa berbeda. Candaan, bahkan yang melibatkan sedikit ‘main fisik’ pun, tak diambil hati. Justru itu menjadi bumbu manis dalam kisah kebersamaan. Tapi jika dilakukan kepada orang asing, atau mereka yang mudah tersinggung, bisa jadi masalah akan membesar.

Sahabat sejati adalah mereka yang tetap tinggal saat yang lain pergi. Mereka adalah tempat kita bersandar ketika dunia terasa berat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنه، أن النبي ﷺ يقول: خيرُ الأصحابِ عند اللهِ خيرُهم لصاحبِه.

Artinya: "Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah yang paling baik kepada temannya."

(HR. Tirmidzi).

Maka jika engkau memiliki seorang sahabat, jagalah ia. Karena dalam dunia yang semakin ramai namun terasa sepi ini, sahabat sejati adalah anugerah yang sangat berharga—karena saat dunia meragukanmu, ia tetap ada... untuk mendengarkan, memeluk, dan memotivasi.


Oleh: Nawa.

Sunday, May 25, 2025

Tak Semua Tanya Membawa Terang

“Ketika Kepatuhan Lebih Utama dari Pertanyaan”

Dalam kehidupan sehari-hari, bertanya adalah hal yang wajar bahkan penting. Bertanya adalah awal dari ilmu. Namun, ada kalanya bertanya terus-menerus bukan lagi cerminan keingintahuan yang sehat, melainkan tanda ketidak ikhlasan dan keraguan. Dalam Islam, Allah telah memberikan sebuah pelajaran besar tentang hal ini melalui kisah Bani Israil yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Kisah ini tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 67–71. Allah memerintahkan Bani Israil, melalui Nabi Musa ‘alaihis salam, untuk menyembelih seekor sapi. Perintah ini sesungguhnya sederhana dan tidak rumit.

Allah berfirman:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةًۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًاۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ ۝٦٧

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi.' Mereka berkata: 'Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai olok-olokan?' Musa menjawab: 'Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. Al-Baqarah: 67)

Namun alih-alih langsung melaksanakan perintah tersebut, mereka justru mempertanyakannya berulang kali. Mereka meminta Nabi Musa untuk bertanya kembali kepada Allah tentang detail-detail yang sebenarnya tidak penting, seperti umur sapi, warnanya, dan ciri-ciri khusus lainnya.

Setiap kali Bani Israil bertanya, Allah memberikan jawaban yang semakin mempersempit pilihan mereka. Pada awalnya, perintahnya mudah, sembelih sapi. Tapi karena terus bertanya, akhirnya mereka harus mencari sapi dengan kriteria sangat spesifik yang tentu sulit ditemukan.

قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْاَرْضَ وَلَا تَسْقِى الْحَرْثَۚ مُسَلَّمَةٌ لَّاشِيَةَ فِيْهَاۗ قَالُوا الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَࣖ ۝٧١

Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu, mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.

Ayat ini menunjukkan bahwa mereka akhirnya menyembelih sapi tersebut, tetapi dengan enggan dan nyaris sulit dilakukan karena sulitnya mencari sapi yang spesifikasinya seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an. Ini adalah bukti bahwa terlalu banyak bertanya bukan untuk mencari pemahaman, tetapi untuk menunda atau meragukan dan justru menjadi beban bagi diri sendiri.

“Diam dan Tunduk Kadang Itulah Hikmah Tertinggi”

Tidak semua hal harus kita pahami secara rinci sebelum melaksanakannya. Dalam agama, banyak hal yang menuntut keimanan dan ketundukan terlebih dahulu sebelum logika dan perasaan bisa mengikutinya. Ketika Allah memerintahkan shalat lima waktu, zakat, atau menutup aurat, kita tidak perlu terus bertanya "kenapa", melainkan langsung berusaha taat semampunya.

Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Tugas kita adalah melaksanakan dengan penuh iman dan tawakal.

Kisah Bani Israil dalam Surah Al-Baqarah bukan hanya sejarah, tapi cermin. Ia mengingatkan kita bahwa kepatuhan dan keikhlasan jauh lebih mulia daripada sekadar logika dan perdebatan.

Maka, jika dalam hidup ini kamu merasa sedang diuji dengan perintah yang terasa berat atau tak sepenuhnya kamu pahami, tenanglah. Taatlah dulu. Karena bisa jadi, dalam keikhlasan itu terdapat kemudahan yang selama ini kamu cari.

Oleh: Alp.


Thursday, May 22, 2025

Hidup Versi Plot Twist

“Tetap Sampai Tujuan Walaupun Jalan Berkelok-Kelok”

Terkadang, hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan ekspektasi yang kita bayangkan. Harapan-harapan yang kita susun rapi sering kali berbelok arah, digantikan oleh realita yang datang tanpa permisi. Namun, mungkin disitulah letak keindahan hidup yang sebenarnya.

Bayangkan jika segala hal terjadi persis seperti yang kita inginkan. Setiap rencana berjalan lancar, tidak ada hambatan, tidak ada kejutan. Mungkin awalnya terdengar menyenangkan, tetapi lama-kelamaan segalanya akan terasa hambar. Tidak ada ruang untuk tumbuh, tidak ada tantangan untuk ditempa, dan tidak ada cerita yang layak dikenang. Hidup justru menjadi lebih “hidup” karena adanya ketidakpastian, karena kenyataan seringkali datang dalam bentuk yang berbeda dari harapan.

Di balik kegagalan, kita belajar arti dari ketekunan. Di dalam kekecewaan, kita menempa ketangguhan. Dan dalam kebingungan, kita sering kali menemukan arah yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Justru dari situ kita belajar bahwa hidup bukan soal memastikan semuanya berjalan sempurna, tapi tentang bagaimana kita tetap berjalan meski arah berubah.

Maka, ketika harapan tak sesuai kenyataan, bukan berarti hidup tidak berpihak. Bisa jadi, itu adalah cara hidup mengarahkan kita pada sesuatu yang lebih tepat, lebih kuat, dan lebih bermakna.

Yang terpenting adalah menjaga semangat. Sebab semangat adalah bahan bakar yang membuat kita terus melangkah, meski jalan yang dilalui tak selalu lurus, pemandangannya tak selalu indah, dan akhir ceritanya belum bisa kita baca. Selama semangat masih menyala, selalu ada harapan, selalu ada peluang untuk bangkit dan menata ulang langkah.

“Semangat Bagaikan Kekuatan Tak Terlihat”

Oleh : Alp


Sunday, May 18, 2025

Mitos Jawa dalam Kacamata Islam Kontemporer: Wajib Kita Imani atau Tidak?


Masyarakat Jawa dikenal kaya akan tradisi dan mitos, seperti cerita-cerita mistis, seperti wewe gombel, tuyul, dan lain sebagainya, juga persoalan weton, pantangan menikah di bulan tertentu, hingga kepercayaan terhadap roh halus. Mitos-mitos ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan diwariskan secara turun-temurun. Namun, bagaimana pandangan Islam kontemporer terhadapnya? Apakah mitos tersebut harus diyakini secara dogmatis, atau justru perlu disikapi secara kritis dan selektif?


1. Mitos sebagai Bagian dari Budaya.


Islam tidak menolak keberadaan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Dalam ushul fiqh terdapat kaidah “الأصل في الأشياء الإباحة” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh), kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, budaya Jawa termasuk mitos-mitosnya dapat diterima selama tidak mengandung unsur syirik, tahayul, atau bertentangan dengan ajaran Islam.


Mitos dalam konteks ini dipahami sebagai simbol-simbol budaya yang tidak harus diyakini secara literal, tetapi bisa dipandang sebagai bentuk ekspresi sosial dan spiritual masyarakat.


2. Weton: Antara Budaya dan Keyakinan


Weton adalah sistem penanggalan tradisional Jawa yang digunakan untuk menentukan hari baik dalam berbagai urusan, seperti pernikahan atau memulai suatu usaha. Namun, jika kepercayaan terhadap weton diyakini bisa menentukan nasib atau keberuntungan secara mutlak, maka hal itu bisa tergolong syirik. Dalam QS. Al-An’am ayat 59 ditegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara gaib, termasuk nasib seseorang.


وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍۢ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍۢ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

Artinya: Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).


Namun demikian, jika weton hanya dipakai sebagai referensi budaya atau penyesuaian sosial tanpa diyakini secara mistis, maka penggunaannya bisa ditoleransi dalam Islam.


3. Pantangan Menikah di Bulan Tertentu: Mitos atau fakta?


Beberapa masyarakat Jawa meyakini bahwa menikah di bulan-bulan tertentu, seperti bulan Syawal, Muharram (Suro), atau bulan Rabiul Awal (Maulid), dapat mendatangkan kesialan. Namun, pandangan ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.


Rasulullah sendiri menikahi Sayyidah Aisyah RA. Pada bulan Syawal dan menggaulinya pada bulan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan menikah di bulan Syawal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah RA:


عن عائشة رضي الله عنها قالت تزوجني رسول الله صلى الله عليه و سلم في شوال وبنى بي في شوال فأي نساء رسول الله صلى الله عليه و سلم كان أحظى عنده منى قال

Artinya: Sayyidah ‘Aisyah ra berkata: Rasulullah menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih beruntung ketimbang diriku di sisi beliau? (HR Muslim).


Selain itu, menikah di bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga tidak dilarang dalam Islam. Bahkan, menikah di bulan tersebut bisa menjadi bentuk ungkapan kecintaan terhadap Rasulullah , karena pernikahan merupakan salah satu sunnah beliau.


Demikian pula, anggapan bahwa bulan Muharram (Suro) adalah bulan sial tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.


Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk tidak mempercayai mitos atau pantangan selama itu tidak memiliki dasar yang konkrit dan bahkan menyelisihi syariat Islam.


4. Kepercayaan terhadap Makhluk Halus: Perspektif Tauhid


Mitos Jawa juga banyak berkaitan dengan kepercayaan terhadap makhluk halus seperti hantu, jin, dan roh leluhur. Islam mengakui keberadaan jin, namun ajaran Islam menekankan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Dalam QS. Al-Hajj ayat 53 dijelaskan bahwa godaan atau bisikan makhluk gaib adalah bentuk ujian bagi keimanan manusia;


لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍۢ بَعِيدٍ. 

Artinya: Dia (Allah) hendak menjadikan apa yang dilontarkan setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan hatinya keras. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam perselisihan yang jauh (dari kebenaran).


Karena itu, umat Islam tidaklah seharusnya untuk takut berlebihan atau meminta pertolongan kepada selain Allah.


5. Integrasi Mitos dan Religi dalam Praktik Sosial.


Dalam realitas sosial, banyak ritual Jawa yang menggabungkan mitos dengan ajaran Islam, seperti ruwatan atau slametan. Meskipun mengandung unsur budaya, ritual ini seringkali disertai doa-doa Islami dan niat yang lurus kepada Allah. Fenomena ini mencerminkan kemampuan masyarakat Jawa untuk mengakomodasi ajaran agama ke dalam tradisi leluhur secara harmonis.


Selama unsur ritual tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam, tidak mengandung kesyirikan, dan tidak merusak keyakinan, maka praktik ini masih dapat ditoleransi sebagai bagian dari ‘urf (adat).


6. Pandangan Ulama Kontemporer.


Ulama-ulama kontemporer menekankan pentingnya memilah antara budaya dan akidah. KH. Aniq Muhammad Makki, misalnya, menilai mitos sebagai bagian dari warisan budaya yang tidak perlu diyakini secara dogmatis. Selama tidak bertentangan dengan tauhid dan tidak mengarahkan pada perbuatan syirik, mitos dapat dikaji dan dihargai sebagai ekspresi kultural keislaman.


Mencontoh para Walisongo yang berhasil menyebarkan ajaran Islam yang harmonis dan damai dengan bingkai akulturasi budaya, sehingga Islam diterima dengan baik bagi masyarakat jawa.


"Arab digarap, Jawa digawa, barat diruwat" (Ajaran Islam disesuaikan, budaya Jawa dilestarikan, dan pengaruh Barat dipilah), merupakan pesan KH. Aniq Muhammad Makki sebagai pengingat kita agar selektif dan bijak dalam proses adaptasi atau percampuran budaya, khususnya dalam konteks agama, tradisi, dan modernitas.


Kesimpulan: Memilah dan Memahami


Mitos Jawa adalah warisan budaya yang memiliki nilai simbolik dan sosial. Islam tidak melarang keberadaan budaya, namun menolak jika budaya tersebut mengarah pada keyakinan yang menyimpang dari akidah. Umat Islam tidak diwajibkan untuk meyakini mitos Jawa secara dogmatis. Yang terpenting adalah menjaga kemurnian tauhid dan menyikapi budaya dengan bijak, menghargai nilai tradisional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip Islam.


Dengan demikian, kita bisa tetap melestarikan kearifan lokal tanpa harus mengorbankan keimanan. Islam dan budaya dapat berjalan seiring selama keduanya ditempatkan pada porsi yang tepat.


Oleh: Al-Kamali. 


Thursday, May 15, 2025

Mencintai Rasulullah dengan Mencintai Pecintanya

"Ketika Banner Menjadi Jalan Menuju Rasulullah"

Dalam kesempatan kali ini, izinkan saya bercerita sedikit tentang bagaimana kita bisa menghadirkan Rasulullah ﷺ dalam segala lini kehidupan kita.

Sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang yang dikenal Rasulullah ﷺ karena memasang banner maulid di majelis rasulullah ﷺ. Suatu hari Habib Mundzir Al-Musawa—yang menjadi khodim majelis Rasulullah ﷺ—bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ, Dalam mimpi beliau Habib Mundzir ditanya sama Rasulullah ﷺ, “Kamu tahu tidak, ada kekasihku yang telah meninggal?” Habib Mundzir menjawab, “Tidak, siapa itu ya Rasulullah?”, Rasulullah ﷺ kemudian berkata, “ketahuilah bahwa kekasihku yang meninggal itu berkhidmah dengan memasang banner di majelismu. Aku mengenal nasabnya sampai nenek moyangnya Namanya adalah Fulan bin Fulan” MasyaAllah, pekerjaan yang mungkin tidak kita perhatikan, justru menjadikan Rasulullah ﷺ kenal dengan orang tersebut.

Dari kisah orang ini kita bisa mengetahui bahwa bapak tersebut cinta kepada Rasulullah ﷺ, karena cinta ini, maka kemudian bapak itu menampakkan rasa cintanya itu dengan memasang banner di majelis Rasulullah ﷺ milik Habib Mundzir. Begitu pun juga kita sebagai santri Al-Fattah. Ketika kita merasa belum bisa mencintai Rasulullah ﷺ secara langsung, kita harus latih terus bagaimana mencintai Rasulullah ﷺ. Bagaimana caranya? Banyak. Tapi mari kita mulai dari yang paling dekat dengan kita, mencintai orang-orang yang mencintai Rasulullah ﷺ. Siapa mereka? Ndalem. Kita harus ingat bagaimana cinta ndalem kepada kita, bagaimana keluarga ndalem gulowentah kita agar kenal Rasulullah ﷺ dan apakah kita sudah membalas cinta itu kepada ndalem? Bagaimana khidmah kita? Bagaimana cinta kita kepada mereka? Apa balasan kita kepada semua jasa ndalem?

InsyaAllah, ketika kita mencintai dan berkhidmah kepada orang-orang yang mencintai Rasulullah ﷺ maka dengan izin Allah, Rasulullah ﷺ pun akan mengenal dan mencintai kita.

Maka dari itu, mari kita hadirkan rasa cinta dan khidmah kita kepada ndalem dengan sepenuhnya khidmat. Karena ketika kita khidmah kepada ndalem dan pondok itu secara tidak langsung kita telah berkhidmah kepada Rasulullah ﷺ.

Oleh : Wafiq.




Monday, May 12, 2025

Laki-Laki Tidak Bercerita, Tapi Menulis

“Tulisan adalah ruang aman bagi hati yang tak bisa berbicara”

Lelaki itu tidak banyak bercerita. Tetapi ia menulis. Dan dalam setiap tulisannya, ada dirinya yang sedang belajar memahami hidup, mengenal Tuhan, dan merawat perasaannya dengan tenang.

Ia menulis bukan untuk dipublikasikan, bukan pula untuk dikagumi. Ia hanya ingin jujur pada dirinya sendiri. Di antara lembaran-lembaran kertas lusuh dalam buku catatan kecilnya, tersimpan perenungan-perenungan sederhana, tentang kehilangan yang tidak sempat ia tangisi, tentang kesabaran yang tak pernah ia banggakan, tentang keyakinan yang perlahan tumbuh di tengah keraguan.

Tulisannya tidak panjang. Kadang hanya satu paragraf pendek, kadang sebaris doa yang bahkan tidak lengkap. Namun justru dari sana, ia menemukan ketenangan. Setiap huruf adalah bentuk syukur, setiap titik adalah jeda untuk merenung, dan setiap halaman adalah rasa kebanggan yang tidak bisa diungkapkan. Perlahan, namun pasti.

Baginya, tulisan adalah ruang aman. Tempat di mana ia tak perlu terlihat kuat, tak perlu terdengar bijak. Ia boleh rapuh, bingung, bahkan marah. Ia menulis saat hatinya tenang, tetapi juga saat ia merasa jauh dari Rabb-Nya. Sebab ia percaya, Tuhan tidak hanya mendengar doa yang dilafalkan. Tuhan juga membaca kata-kata yang ditulis dengan hati.

Dalam dunia yang ramai oleh suara, ia memilih diam. Tetapi diamnya bukan hampa. Sebab lewat tulisannya, ia sedang bersujud dengan caranya sendiri.

Oleh : Alp


Thursday, May 8, 2025

Semangat.... Orang-Orang Yang Mengejar Mimpi

 

"Tentang Kamu yang Tidak Pernah Menyerah"

Di tengah malam yang sunyi, saat dunia tertidur lelap, ada segelintir jiwa yang masih terjaga. Bukan karena insomnia, tapi karena mereka punya mimpi yang terlalu besar untuk diabaikan.

Mereka adalah orang-orang yang mengerti bahwa mimpi tidak datang dalam amplop keberuntungan. Mereka paham bahwa mimpi itu butuh kerja keras, pengorbanan, dan sering kali... kesendirian. Karena tak semua orang akan mengerti jalan yang mereka pilih. Kadang keluarga ragu, teman bertanya, dan lingkungan mencibir. Tapi mereka tetap berjalan.

Mereka belajar bahwa gagal itu bukan musuh, tapi guru. Bahwa proses itu menyakitkan, tapi hasilnya memuliakan. Mereka mengerti bahwa tidak semua hari penuh semangat. Ada hari di mana bangun saja sudah merupakan kemenangan kecil. Dan mereka tetap maju, meski langkahnya terseok. Karena bagi mereka, hidup bukan tentang cepat-cepat sukses. Tapi tentang berani bertahan saat semua terasa berat dan tetap bergerak walau kecil.

Mereka terus belajar. Bukan hanya dari buku atau mentor, tapi dari kesalahan, penolakan, dan patah hati. Mereka sadar, mimpi yang nyata tidak dibangun dalam sehari. Tapi dalam ribuan detik penuh yang pengorbanan.

Untuk kamu yang sedang mengejar mimpimu, meski peluhmu belum dihargai dan usahamu belum terlihat hasilnya:
Tetap semangat…..
Kamu sedang membangun sesuatu yang lebih besar dari hari ini.
Kamu sedang menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.

Dan percayalah, ketika saatnya tiba, dunia akan melihat dan mereka akan tahu bahwa kamu pernah berjuang dalam diam.

Oleh: Alp


Sunday, May 4, 2025

Kenapa Sih Kita Harus Minum Air Putih?

 Kenapa Sih Kita Harus Minum Air Putih?

Air putih. Benda satu ini sering banget kita anggap sepele. Padahal peranannya luar biasa besar dalam hidup kita, terutama sebagai santri yang aktivitasnya padat dari Subuh sampai malam. Kadang, saking sibuknya ngaji, belajar, bantu kyai, atau bahkan ngobrol sama temen sekamar, kita jadi lupa untuk sekadar minum air putih yang cukup. Padahal, minum air itu kayak sedekah kecil buat tubuh sendiri, nggak kelihatan hasilnya langsung, tapi dampaknya besar banget.

Air putih itu ibarat penjaga setia tubuh kita. Tanpa banyak gaya, dia bantu melancarkan peredaran darah, menjaga suhu tubuh tetap stabil, dan mengalirkan energi ke seluruh bagian tubuh kita. Gimana kita mau fokus belajar kalau tubuh kita dehidrasi? Kepala pusing, ngantuk mulu, bawaannya lemes kayak habis jalan dari pondok ke warung naik turun bukit.

Banyak dari kita mikir, "Ah, nanti aja deh minumnya," atau "Belum haus nih." Nah, ini yang bahaya. Haus itu tanda tubuh sudah mulai kekurangan cairan. Artinya, kalau kita nunggu haus dulu, berarti kita udah telat minum. Kurang minum air bisa bikin kita gampang sakit, sembelit, kulit kering, bahkan bikin pikiran jadi lemot. Bahaya banget, apalagi kalau kamu punya cita-cita jadi kyai atau ulama, masa iya kalah sama dehidrasi?

Tapi tenang, solusi itu selalu ada. Dan insyaAllah gampang diterapin. Mulailah dari hal-hal kecil: bawa botol minum kemanapun kamu pergi. Biasakan minum tiap habis wudhu atau habis sholat, biar sekalian jadi rutinitas. Kalau bisa, hindari kebiasaan minum manis terus-terusan. Teh manis itu enak, tapi air putih itu setia. Nggak pakai rasa, tapi justru paling dibutuhkan. Kalau kamu udah terbiasa minum air putih, percaya deh, badan bakal terasa lebih ringan, lebih segar, dan pikiran jadi lebih jernih.

Pada akhirnya, minum air putih itu bukan sekadar urusan fisik. Ini bagian dari rasa syukur kita atas nikmat kesehatan yang Allah titipkan. Menjaga tubuh itu ibadah. Dan minum air putih adalah amal kecil yang berpahala besar, kalau diniati karena Allah. Jadi, mulai sekarang, jangan remehkan segelas air putih. Karena bisa jadi, dari situlah keberkahan harimu dimulai.

Oleh : Alp.