Monday, September 15, 2025

Serial Inspirasi Nabi dalam Mendidik Manusia Seutuhnya : Memberi Contoh & Nasihat

Dalam perjalanan pendidikan, ada dua komponen yang tak pernah bisa dipisahkan: guru dan murid. Keduanya bagaikan matahari dan bumi—yang satu memberi cahaya kehidupan, yang lain menerima serta menumbuhkan kehidupan darinya. Ilmu sebesar apapun tidak akan sampai dengan baik jika tidak ada guru yang mampu menyampaikannya dengan hati, dan murid yang siap menerimanya dengan sepenuh hati juga.


Sayangnya, kini para pakar pendidikan tengah sibuk mengulik teori pendidikan Barat, mengejar metode-metode baru, bahkan menghabiskan waktu panjang untuk hal itu. Padahal, kita sering lupa bahwa sumber pendidik sejati sudah ada dalam sosok Rasulullah ﷺ. Beliau adalah gurunya para guru, yang langsung dididik oleh Allah ta’ala dengan kurikulum terbaik, yakni Al Quran. Allah sendiri menjadikan Nabi sebagai “uswah hasanah” (teladan yang baik). Karena itu, pantas kita menapaki petunjuknya dan mengikuti perjalanan sunnahnya, bagi siapa saja yang ingin belajar mendidik manusia seutuhnya- sehat fisiknya, terampil tangannya, cerdas akalnya, stabil emosinya, dan bahagia ruhaninya.

 

Saya teringat hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : 


‎«لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبِعْتُمُوهُمْ» قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: «فَمَنْ؟» (رواه البخاري ومسلم)


Artinya: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian dengan sebaik-baiknya. Sampai-sampai jika mereka masuk ke lubang biawak, kalian pun akan mengikutinya.” Para sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?’ Beliau menjawab: ‘Lantas siapa lagi?’”


Tak diragukan lagi, pendidikan adalah hak semua manusia. Namun, realitasnya sering kali kita justru lebih sibuk meniru sistem pendidikan dari luar, seakan-akan kearifan kita -sebagai umat islam- seperti tidak ada nilainya. Padahal Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan bahwa umat Islam akan cenderung mengikuti jejak umat-umat sebelumnya, bahkan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, hingga tanpa sadar meninggalkan warisan pendidikan yang agung dari beliau.


Maka, penting bagi kita untuk menjadikan Nabi ﷺ sebagai sumber inspirasi pendidikan, bukan hanya menjadikan teori luar sebagai acuan.


       A. Metode pertama: Memberi Contoh & Nasihat

1. Perumpamaan Orang Mukmin dan Buah Utrujah


Rasulullah ﷺ. sering kali memperjelas nasihat-nasihatnya dengan bantuan contoh yang disaksikan, dialami, dan dirasakan langsung oleh para sahabat. Tujuannya agar nasihat tersebut lebih menyentuh hati dan lebih melekat dalam ingatan.


Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh sayyidina Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah ﷺ bersabda:


“Orang beriman yang suka membaca Al-Qur’an ibarat buah utrujah: aromanya wangi dan rasanya manis.


Orang beriman yang tidak suka membaca Al-Qur’an seperti buah kurma: rasanya manis namun tak beraroma.


Orang jahat yang suka membaca Al-Qur’an laksana raihanah: aromanya wangi namun rasanya pahit.


Dan orang jahat yang tidak suka membaca Al-Qur’an bagaikan hanzhalah: rasanya pahit dan tak beraroma.”


Secara tidak langsung, Rasulullah ﷺ membagi manusia menjadi empat. Saat menyimak penuturan beliau, tentu para sahabat akan memasang pendengaran baik-baik seraya ingin mengetahui kelompok mana di antara keempat kelompok tersebut yang dapat mereka gunakan untuk menimbang diri mereka.


Dari situ mereka mampu mengenali di mana posisi diri mereka. Timbangan ini membuat mereka ingin mengenali ciri masing-masing. Dari situ pula mereka ingin menjadi kelompok yang diharapkan. Betapa kuatnya motivasi dalam contoh yang disampaikan Rasulullah ﷺ!


2. Seseorang Akan Bersama yang Dicintainya


Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw. kedatangan seorang laki-laki. Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasul, bagaimana menurutmu tentang seorang yang mencintai suatu kaum namun ia belum pernah berjumpa mereka?”


Beliau menjawab:


‎اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ


“Orang itu bersama orang-orang yang dicintainya.”


Jawaban Rasulullah ﷺ di atas menjadi contoh yang dapat disampaikan dalam setiap keadaan serupa dan penambah kecintaan kaum muslim kepada Rasulullah ﷺ supaya mereka bisa bersama-Nya di surga.


Oleh karena manusia ingin bersama orang-orang saleh, walaupun terkadang mereka lalai dalam beramal, namun dalam Islam mereka tidak diperbolehkan putus asa dalam meraih derajat tinggi. Karena itu, seseorang harus mencintai dan meyakini orang-orang saleh agar kelak bersama golongan mereka pada hari yang tidak ada lagi teman kecuali teman seiman dan saling mencintai karena Allah.


3. Kasih Sayang: Siapa yang Tidak Menyayangi, Tidak Akan Disayangi.


Suatu kali, Al-Aqra’ bin Habis melihat Nabi ﷺ mencium cucunya, sayyidina Hasan dan Husain. Dengan heran ia berkata:


“Wahai Rasulullah, aku punya sepuluh anak, tapi aku belum pernah mencium seorang pun dari mereka.”


Maka Rasulullah ﷺ menatapnya lalu bersabda:


‎«مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ» (رواه البخاري ومسلم)


“Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.”


Perhatikan bagaimana Nabi mendidik; beliau memberi contoh nyata dengan mencium cucunya, lalu menguatkannya dengan nasihat tegas. Di tengah budaya Arab yang kaku dan menganggap kelembutan sebagai kelemahan, Nabi justru menegaskan bahwa kasih sayang adalah inti pendidikan.


Dari tiga hadis ini kita belajar bahwa Rasulullah ﷺ mendidik bukan hanya dengan teori rumit, tetapi dengan contoh nyata dan nasihat penuh makna. Dalam mendidik, beliau tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga menanamkan rasa.


Maka, bila kita ingin menjadi pendidik sejati—entah sebagai guru di kelas, orang tua di rumah, atau pemimpin di masyarakat—teladan terbaik tetaplah Rasulullah ﷺ. Jadilah pengajar yang hidup dalam teladan, bukan hanya kata. Karena sesungguhnya, ilmu yang paling mudah diserap adalah ilmu yang lahir dari hati dan diliputi dengan kasih sayang.


                                        ‏-Sejatinya, yang lahir dari hati akan sampai pada hati-


-Diterjemahkan dari kitab : asalib at tarbiyyah an nabawiyyah.


Oleh : Tim Litbang.


Monday, August 25, 2025

Kisah Da'i Pertama Di Dunia : Sayyidina Mus'ab bin Umair Radhiyallahu 'Anhu

    Halo teman-teman setia Al Fatah website! gimana nih masih semangat kan dalam menyambut bulan kelahiran Nabi agung kita semua, yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?

    Kali ini, di serial 'Mengenal Sahabat Nabi Episode pertama' kita akan mengenal seorang sahabat nabi yang sangat masyhur, yaitu sayyiduna mus'ab bin umair radhiyallahu 'anhu, yang telah berjasa besar bagi umat islam hingga detik ini, dan yang menjadi da'i ila Allah pertama umat muslim, berkat dakwah beliau yang lembut dan santun hingga akhirnya agama islam mudah diterima oleh seluruh penduduk madinah saat itu, dimana merekalah cikal bakal para sahabat yang menyambut kedatangan nabi saat pertama tiba di Madinah.

Kehidupan Awal yang Penuh Kemewahan

    Sebelum masuk Islam, sayyidina Mush'ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keluarga terpandang di Mekah, putra dari Umair bin Hasyim dan Khunas binti Malik. Ia hidup dalam kemewahan dan dimanja oleh ibunya. Penampilannya sangat menawan, dengan kulit terawat, pakaian halus, dan selalu mengenakan parfum mahal dari Syam. Pakaian dan sepatunya diimpor dari Yaman, menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Bahkan, saking harumnya, orang Mekah bisa mengenali keberadaannya hanya dari jejak wanginya.

Memeluk Islam dan Ujian Keimanan

    Hidupnya berubah drastis saat beliau mendengar dakwah Nabi Muhammad. Beliau diam-diam menemui Rasulullah di Darul Arqam dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Ketika ibunya mengetahui keislamannya, beliau sangat marah dan menyiksa sayyidina Mush'ab, serta mencabut semua kemewahan yang dimilikinya. Tubuhnya menjadi kurus, kulitnya bersisik, dan pakaiannya lusuh. Suatu ketika, Rasulullah melihat kondisi sayyidina Mush'ab yang hanya memakai pakaian ditambal dengan kulit dan meneteskan air mata.

Menjadi Da’i Pertama

    Meskipun hidup dalam kesederhanaan, keimanan sayyidina Mush'ab tetap teguh. Beliau memiliki cita-cita mulia untuk melanjutkan dakwah Rasulullah. Kesempatan itu datang ketika beliau ditunjuk sebagai da'i pertama yang dikirim ke Madinah. Dengan strategi yang cerdas, sayyidina Mush'ab berdakwah di sana, berhasil mengislamkan para petinggi suku seperti Usaid bin Hudhair dan Saad bin Muadz. Melalui usahanya, seluruh penduduk Madinah akhirnya memeluk Islam dalam waktu yang relatif singkat.

Kematian Mulia di Perang Uhud

    Puncak pengorbanan sayyidina Mush'ab terjadi saat Perang Uhud. Beliau bertugas membawa bendera kaum muslimin. Ketika seorang musuh bernama Ibnu Qami'ah menyerangnya dan mengira beliau adalah Rasulullah, sayyidina Mush'ab tetap teguh mempertahankan bendera meskipun kedua tangannya tertebas. Dengan sisa tenaganya, beliau memeluk bendera dengan kedua sikunya hingga akhirnya beliau syahid setelah ditebas di dada. Saat jasadnya akan dikuburkan, kain kafan yang tersedia tidak cukup panjang untuk menutupi seluruh tubuhnya. Atas perintah Rasulullah, wajahnya ditutup dengan kain dan kakinya ditutupi dengan tanaman. Sayyidina Mush'ab bin Umair, yang dulunya hidup dalam kemewahan, wafat dalam kesederhanaan namun mendapatkan kemuliaan yang tak terhingga.

Oleh: Tim Litbang

Sunday, August 10, 2025

Seni Berargumen

    

    Setiap orang bisa memiliki ide dan pemahaman mereka masing-masing. Tapi, tidak semua orang dapat menyampaikan ide dan apa yang mereka pahami dengan cara yang baik. Dalam penyampaian argumen yang baik, terdapat empat komponen dasar yang harus dipenuhi. Keempat komponen ini menjadi struktur fundamental dalam pembuatan argumen yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Empat komponen itu adalah: 

   ` 1. Tesis. Seseorang yang ingin menyampaikan berargumen haruslah memiliki tesis. Ada ide gagasan yang disampaikan. Berbeda dengan makna tesis secara umum, tesis yang dimaksud dalam definisi ini adalah pernyataan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut untuk bisa dinilai kebenarannya. Contoh: Berisik pada waktu malam hari adalah perbuatan yang dilarang. Pernyataan ini masih harus melalui beberapa tahap untuk dapat dinilai benar ataupun tidaknya.

    2. Menentukan definisi dan indikator yang diperlukan oleh tesis. Ketika seseorang telah menentukan tesis, langkah selanjutnya adalah menentukan definisi. Apa yang seseorang tadi maksudkan dari tesis yang ia sampaikan. Hal ini diperuntukkan untuk menyamakan pemahaman penyampai tesis dengan penerimanya. Jika merujuk pada tesis "berisik pada waktu malam hari adalah perbuatan yang dilarang" maka hal yang harus didefiniskan adalah makna dari kata berisik. Apa saja yang termasuk kategori berisik dan apa yang tidak masuk dalam koridor definisinya. Setelah selesai menetapkan definisi, langkah selanjutnya adalah menentukan indikator-indikatornya. Contohnya, Apa saja hal-hal yang dilarang pada saat malam hari, kenapa hal tersebut dilarang dilakukan, dan semacamnya.

    3. Langkah selanjutnya dalam penyusunan argumen yang baik adalah penyajian bukti atau data pendukung. Setelah penyampai gagasan memberikan definisi dan menentukan indikator-indikator tesisnya, maka selepasnya adalah tahap penyampaian bukti pendukung atas indikator yang sudah ditetapkan. Misal, berisik pada waktu malam dilarang karena dapat mengganggu istirahat orang lain. Penyampai argumen dapat menyajikan data atau fakta lapangan yang menunjukkan bahwa memang berisik pada malam hari dapat mengganggu istirahat orang lain.

    4. Kesimpulan. Tahap ini mudahnya cuman berupa penyampaian ulang dan closing statement untuk menguatkan tesis yang disampaikan.

    Empat komponen inilah yang menjadi basic seseorang membuat argumen yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Meskipun dalam prakteknya, penyampai argumen tidak melulu harus terpaku pada urutan struktur ini, ia dapat menginovasikan empat komponen ini sesuai dengan style dirinya sendiri.

Oleh: Ustadz Rafly.

Sunday, August 3, 2025

Jadilah Diri Sendiri, Ongkosnya Lebih Murah!


    Belajar filosofi "Anglaras Ilining Banyu" dari Sunan Kalijaga agar dapat mengikuti perkembangan zaman (termasuk media sosial) tanpa kehilangan identitas dan autentisitas diri. Menemukan rahasia untuk tetap menjadi diri kita yang sejati, tidak terseret arus, dan mencapai kesuksesan hakiki.

    Di sini kita akan membahas dan memahami lebih dalam tentang konsep “Self & Persona” yang disampaikan oleh Dr. H. Fachruddin Faiz, S.Ag, M.Ag. (seorang penulis dan juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Beliau menuturkan bahwasanya di dalam dunia psikologi terdapat sebuah konsep “Self & Persona” yang dikaitkan dengan pemikiran Carl Gustav Jung, seorang pakar psikologi asal Swedia. Pemahaman mudahnya, Self ialah diri sejati yang berupa watak asli dari seseorang, sedangkan Persona ialah topeng sosial atau pencitraan yang ditampilkan agar orang lain puas dengan kita. Aksi dari Persona ialah menampakkan hal-hal yang cenderung kontradiktif dengan kenyataan yang ada atau pencitraan. Jadi antara kenyataan dan hal yang ditampilkan tidaklah sinkron. Hal yang mendasari terjadinya fenomena tersebut ialah rasa takut atas respon publik terhadap diri kita karena dianggap tidak pantas atau tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Yang dapat mengetahui apakah itu termasuk kategori Self atau Persona adalah diri kita sendiri dan mungkin orang-orang terdekat kita. Apakah itu murni dorongan dari diri sendiri, ataukah itu dorongan dan pengaruh dari luar hanyalah diri kita sendiri yang tahu. 

    Cara membedakan apakah itu termasuk Self atau Persona ialah dengan menanyakan ke diri sendiri. Kita melakukan hal tersebut karena memang ingin melakukannya (demi kebaikan kita) atau hanya agar orang-orang mengetahui bahwa kita melakukan hal tersebut (pencitraan). Jika hati kita menjawab, “Tidak”, kemungkinan besar itu hanyalah Persona. Namun jika kita melakukan suatu hal untuk menunjukkan bahwa kita sebenarnya ingin benar-benar menjadi seperti itu tapi sayangnya belum bisa, maka bisa jadi itu adalah Becoming (baca : Proses). Persona dan Becoming tidaklah sama. Persona cenderung tidak mengakui dirinya yang sekarang,dengan menampilkan dan mengakuisisi kepribadian lain. sedangkan Becoming itu mengakui dirinya yang sekarang disertai komitmen untuk berubah dan berproses menuju diri yang ia inginkan, atau pengharapan.

“Berpikir itu sulit, itulah mengapa kebanyakan orang lebih suka menghakimi.” 

-Carl Gustav Jung.


Oleh: FRDN ZYDL.

Thursday, July 24, 2025

Gas atau Nggak? Pilih yang Worth It!

.من لم يذق ضيق الهم لم يذق عيش الّذة

“Barangsiapa yang tidak pernah merasakan sempitnya kegelisahan, maka ia tidak akan merasakan manisnya hidup yang penuh kenikmatan”.

.‎من لازم طرق الباب يوشك أن يفتح له 

‏“Barangsiapa yang terus mengetuk pintu, niscaya akan dibukakan untuknya”. 

(Syeikh Said Al Kamali).

    Orang orang yang sukses adalah orang orang yang merelakan hal yang tepat diwaktu yang tepat, mereka tidak takut untuk menentukan suatu keputusan dengan pemikiran jangka panjang bahkan jika itu terdapat resiko, namun resiko terukur dapat membuka peluang kesuksesan lebih besar. So, jangan takut untuk mengambil keputusan atau resiko dari suatu apapun dalam hidupmu.

    Perjuangkan apa yang worth it untukmu, yang menjadi pemicu semangat ketika engkau menjalaninya. Jangan banyak berandai-andai, berfikirlah realistis. Jangan memaksa diri untuk melakukan sesuatu yang tidak benar-benar diinginkan, walaupun menurut sebagian orang itu impian. Sehingga, meskipun sulit untuk dijalani, karena hal ini tepat, maka mudah & worth it untukku.

    Jadi apa yang kita lakukan kita gabisa hanya main aman, kita harus memberanikan diri kita untuk menyerah. Hingga akhirnya kita memutuskan untuk berhenti melakukan hal-hal yang menurut kita tidak efektif untuk mencapi goal-goal kita tadi, supaya menjadi yang terbaik di bidang yang kita pilih.

    Ada konsep ‘opportunity cost’ (biaya peluang) namanya, yaitu kamu harus membayar sesuatu yang kamu pilih dengan merelakan suatu lain yang engkau tinggalkan, dan rela melakukan itu karena kamu yakin telah mengambil jalan yang berpotensi untukmu.

    Dalam hidup, kita tidak bisa terus bermain aman. Kesuksesan tidak datang dari zona nyaman, melainkan dari keberanian untuk memilih, merelakan, dan mengambil risiko yang terukur. Keputusan besar memang menuntut pengorbanan, namun justru di situlah kita belajar menjadi pribadi yang lebih fokus, tajam, dan berani menghadapi kenyataan.

Ketika kita berani melepaskan sesuatu yang tidak lagi efektif demi sesuatu yang lebih sejalan dengan tujuan kita, itulah bentuk kedewasaan dan kemajuan. Maka jangan takut membuat keputusan, selama itu diambil dengan kesadaran, perhitungan, dan keyakinan.

Hidup bukan tentang melakukan segalanya, tapi tentang melakukan yang paling tepat. Dan untuk itu, kita harus rela meninggalkan sesuatu agar bisa sungguh-sungguh menjemput yang lebih berharga.

"Don’t think to do the best, but think to do the best wherever you live get success in the world."

 "Jangan hanya berpikir untuk menjadi yang terbaik, tapi berpikirlah untuk melakukan yang terbaik di mana pun kamu berada agar meraih kesuksesan di dunia."

(Abah Aniq Muhammad Makki, dalam buku majalah IKSAB 2007 / 2008 M.)


Oleh : Yusrul Falah.


Sunday, May 18, 2025

Mitos Jawa dalam Kacamata Islam Kontemporer: Wajib Kita Imani atau Tidak?


Masyarakat Jawa dikenal kaya akan tradisi dan mitos, seperti cerita-cerita mistis, seperti wewe gombel, tuyul, dan lain sebagainya, juga persoalan weton, pantangan menikah di bulan tertentu, hingga kepercayaan terhadap roh halus. Mitos-mitos ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan diwariskan secara turun-temurun. Namun, bagaimana pandangan Islam kontemporer terhadapnya? Apakah mitos tersebut harus diyakini secara dogmatis, atau justru perlu disikapi secara kritis dan selektif?


1. Mitos sebagai Bagian dari Budaya.


Islam tidak menolak keberadaan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Dalam ushul fiqh terdapat kaidah “الأصل في الأشياء الإباحة” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh), kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, budaya Jawa termasuk mitos-mitosnya dapat diterima selama tidak mengandung unsur syirik, tahayul, atau bertentangan dengan ajaran Islam.


Mitos dalam konteks ini dipahami sebagai simbol-simbol budaya yang tidak harus diyakini secara literal, tetapi bisa dipandang sebagai bentuk ekspresi sosial dan spiritual masyarakat.


2. Weton: Antara Budaya dan Keyakinan


Weton adalah sistem penanggalan tradisional Jawa yang digunakan untuk menentukan hari baik dalam berbagai urusan, seperti pernikahan atau memulai suatu usaha. Namun, jika kepercayaan terhadap weton diyakini bisa menentukan nasib atau keberuntungan secara mutlak, maka hal itu bisa tergolong syirik. Dalam QS. Al-An’am ayat 59 ditegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara gaib, termasuk nasib seseorang.


وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍۢ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍۢ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

Artinya: Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).


Namun demikian, jika weton hanya dipakai sebagai referensi budaya atau penyesuaian sosial tanpa diyakini secara mistis, maka penggunaannya bisa ditoleransi dalam Islam.


3. Pantangan Menikah di Bulan Tertentu: Mitos atau fakta?


Beberapa masyarakat Jawa meyakini bahwa menikah di bulan-bulan tertentu, seperti bulan Syawal, Muharram (Suro), atau bulan Rabiul Awal (Maulid), dapat mendatangkan kesialan. Namun, pandangan ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.


Rasulullah sendiri menikahi Sayyidah Aisyah RA. Pada bulan Syawal dan menggaulinya pada bulan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan menikah di bulan Syawal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah RA:


عن عائشة رضي الله عنها قالت تزوجني رسول الله صلى الله عليه و سلم في شوال وبنى بي في شوال فأي نساء رسول الله صلى الله عليه و سلم كان أحظى عنده منى قال

Artinya: Sayyidah ‘Aisyah ra berkata: Rasulullah menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih beruntung ketimbang diriku di sisi beliau? (HR Muslim).


Selain itu, menikah di bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga tidak dilarang dalam Islam. Bahkan, menikah di bulan tersebut bisa menjadi bentuk ungkapan kecintaan terhadap Rasulullah , karena pernikahan merupakan salah satu sunnah beliau.


Demikian pula, anggapan bahwa bulan Muharram (Suro) adalah bulan sial tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.


Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk tidak mempercayai mitos atau pantangan selama itu tidak memiliki dasar yang konkrit dan bahkan menyelisihi syariat Islam.


4. Kepercayaan terhadap Makhluk Halus: Perspektif Tauhid


Mitos Jawa juga banyak berkaitan dengan kepercayaan terhadap makhluk halus seperti hantu, jin, dan roh leluhur. Islam mengakui keberadaan jin, namun ajaran Islam menekankan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Dalam QS. Al-Hajj ayat 53 dijelaskan bahwa godaan atau bisikan makhluk gaib adalah bentuk ujian bagi keimanan manusia;


لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍۢ بَعِيدٍ. 

Artinya: Dia (Allah) hendak menjadikan apa yang dilontarkan setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan hatinya keras. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam perselisihan yang jauh (dari kebenaran).


Karena itu, umat Islam tidaklah seharusnya untuk takut berlebihan atau meminta pertolongan kepada selain Allah.


5. Integrasi Mitos dan Religi dalam Praktik Sosial.


Dalam realitas sosial, banyak ritual Jawa yang menggabungkan mitos dengan ajaran Islam, seperti ruwatan atau slametan. Meskipun mengandung unsur budaya, ritual ini seringkali disertai doa-doa Islami dan niat yang lurus kepada Allah. Fenomena ini mencerminkan kemampuan masyarakat Jawa untuk mengakomodasi ajaran agama ke dalam tradisi leluhur secara harmonis.


Selama unsur ritual tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam, tidak mengandung kesyirikan, dan tidak merusak keyakinan, maka praktik ini masih dapat ditoleransi sebagai bagian dari ‘urf (adat).


6. Pandangan Ulama Kontemporer.


Ulama-ulama kontemporer menekankan pentingnya memilah antara budaya dan akidah. KH. Aniq Muhammad Makki, misalnya, menilai mitos sebagai bagian dari warisan budaya yang tidak perlu diyakini secara dogmatis. Selama tidak bertentangan dengan tauhid dan tidak mengarahkan pada perbuatan syirik, mitos dapat dikaji dan dihargai sebagai ekspresi kultural keislaman.


Mencontoh para Walisongo yang berhasil menyebarkan ajaran Islam yang harmonis dan damai dengan bingkai akulturasi budaya, sehingga Islam diterima dengan baik bagi masyarakat jawa.


"Arab digarap, Jawa digawa, barat diruwat" (Ajaran Islam disesuaikan, budaya Jawa dilestarikan, dan pengaruh Barat dipilah), merupakan pesan KH. Aniq Muhammad Makki sebagai pengingat kita agar selektif dan bijak dalam proses adaptasi atau percampuran budaya, khususnya dalam konteks agama, tradisi, dan modernitas.


Kesimpulan: Memilah dan Memahami


Mitos Jawa adalah warisan budaya yang memiliki nilai simbolik dan sosial. Islam tidak melarang keberadaan budaya, namun menolak jika budaya tersebut mengarah pada keyakinan yang menyimpang dari akidah. Umat Islam tidak diwajibkan untuk meyakini mitos Jawa secara dogmatis. Yang terpenting adalah menjaga kemurnian tauhid dan menyikapi budaya dengan bijak, menghargai nilai tradisional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip Islam.


Dengan demikian, kita bisa tetap melestarikan kearifan lokal tanpa harus mengorbankan keimanan. Islam dan budaya dapat berjalan seiring selama keduanya ditempatkan pada porsi yang tepat.


Oleh: Al-Kamali. 


Sunday, May 4, 2025

Kenapa Sih Kita Harus Minum Air Putih?

 Kenapa Sih Kita Harus Minum Air Putih?

Air putih. Benda satu ini sering banget kita anggap sepele. Padahal peranannya luar biasa besar dalam hidup kita, terutama sebagai santri yang aktivitasnya padat dari Subuh sampai malam. Kadang, saking sibuknya ngaji, belajar, bantu kyai, atau bahkan ngobrol sama temen sekamar, kita jadi lupa untuk sekadar minum air putih yang cukup. Padahal, minum air itu kayak sedekah kecil buat tubuh sendiri, nggak kelihatan hasilnya langsung, tapi dampaknya besar banget.

Air putih itu ibarat penjaga setia tubuh kita. Tanpa banyak gaya, dia bantu melancarkan peredaran darah, menjaga suhu tubuh tetap stabil, dan mengalirkan energi ke seluruh bagian tubuh kita. Gimana kita mau fokus belajar kalau tubuh kita dehidrasi? Kepala pusing, ngantuk mulu, bawaannya lemes kayak habis jalan dari pondok ke warung naik turun bukit.

Banyak dari kita mikir, "Ah, nanti aja deh minumnya," atau "Belum haus nih." Nah, ini yang bahaya. Haus itu tanda tubuh sudah mulai kekurangan cairan. Artinya, kalau kita nunggu haus dulu, berarti kita udah telat minum. Kurang minum air bisa bikin kita gampang sakit, sembelit, kulit kering, bahkan bikin pikiran jadi lemot. Bahaya banget, apalagi kalau kamu punya cita-cita jadi kyai atau ulama, masa iya kalah sama dehidrasi?

Tapi tenang, solusi itu selalu ada. Dan insyaAllah gampang diterapin. Mulailah dari hal-hal kecil: bawa botol minum kemanapun kamu pergi. Biasakan minum tiap habis wudhu atau habis sholat, biar sekalian jadi rutinitas. Kalau bisa, hindari kebiasaan minum manis terus-terusan. Teh manis itu enak, tapi air putih itu setia. Nggak pakai rasa, tapi justru paling dibutuhkan. Kalau kamu udah terbiasa minum air putih, percaya deh, badan bakal terasa lebih ringan, lebih segar, dan pikiran jadi lebih jernih.

Pada akhirnya, minum air putih itu bukan sekadar urusan fisik. Ini bagian dari rasa syukur kita atas nikmat kesehatan yang Allah titipkan. Menjaga tubuh itu ibadah. Dan minum air putih adalah amal kecil yang berpahala besar, kalau diniati karena Allah. Jadi, mulai sekarang, jangan remehkan segelas air putih. Karena bisa jadi, dari situlah keberkahan harimu dimulai.

Oleh : Alp.


Monday, April 21, 2025

"Kartini: Perempuan Biasa dengan Mimpi yang Luar Biasa"

 "Kartini: Perempuan Biasa dengan Mimpi yang Luar Biasa"

Kadang kita mikir, buat jadi sosok yang mengubah dunia itu harus punya kekuatan super, atau pangkat tinggi, atau kehidupan yang sempurna. Tapi Kartini, dia membuktikan hal yang sebaliknya.

Kartini itu perempuan biasa. Hidup di masa yang nggak kasih banyak ruang buat perempuan buat bersuara, apalagi bermimpi. Tapi di balik semua batasan itu, dia punya satu hal yang luar biasa: keberanian.

Bayangin ya, jadi perempuan muda, dipingit, nggak boleh sekolah tinggi-tinggi, harus nurut tradisi. Tapi dia malah tanya: “Kenapa?” Kenapa perempuan nggak boleh punya mimpi? Kenapa harus diam, sementara dunia terus bergerak?

Kartini nggak teriak-teriak di jalan, nggak demo bawa spanduk. Tapi dia nulis. Surat demi surat, kata demi kata, jadi jendela buat kita ngelihat isi hatinya. Dan di situ, dia tuangin harapannya: supaya perempuan bisa belajar, bisa berdiri sendiri, bisa bikin pilihan tanpa harus takut atau merasa salah.

Yang bikin keren kartini tahu, mungkin dia nggak akan lihat hasil perjuangannya langsung. Tapi dia tetap jalan. Karena dia percaya, kalau kita nanam benih kebaikan, suatu saat pasti tumbuh meskipun bukan kita yang panen.

Sekarang, lihat aja. Sekolah-sekolah penuh perempuan hebat. Di kantor, di rumah sakit, di pemerintahan, di rumah banyak perempuan ambil peran. Bukan karena mau menang sendiri, tapi karena tahu mereka juga bisa memberi. Itu semua... karena ada satu perempuan dulu yang berani bilang, “Aku juga mau punya mimpi.”

Jadi, buat kamu yang lagi ngerasa kecil, ngerasa nggak punya tempat, inget Kartini. Kamu nggak harus jadi siapa-siapa dulu buat punya arti. Kamu cuma perlu jadi dirimu sendiri... dan berani.

Karena perempuan hebat itu bukan yang paling keras suaranya, tapi yang paling konsisten melangkah. Pelan, tapi nggak berhenti.

Oleh : Alp.


Monday, April 14, 2025

Keistimewaan Bulan Syawwal

    

    Syawal, bulan kesepuluh dalam kalender Hijriah, menyimpan banyak keutamaan bagi umat Islam. Mari kita telusuri lebih dalam tentang keistimewaan bulan ini.

    Bulan Syawal memiliki beberapa keistimewaan yang menjadikannya bulan yang istimewa bagi umat Islam:

  • Hari Raya Idul Fitri:

    • Syawal diawali dengan perayaan Idul Fitri, hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan. Ini adalah momen kebahagiaan dan syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT.

  • Puasa Syawal:

    • Salah satu amalan yang sangat dianjurkan di bulan Syawal adalah puasa sunnah selama enam hari. Pahala puasa Syawal setara dengan pahala puasa setahun penuh, seperti yang disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim.

  • Mempererat Silaturahmi:

    • Bulan Syawal menjadi momen yang tepat untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, kerabat, dan teman-teman. Tradisi saling mengunjungi dan bermaaf-maafan menjadi ciri khas bulan ini.

  • Peningkatan Ibadah:

    • Syawal adalah waktu untuk melanjutkan dan meningkatkan kualitas ibadah setelah Ramadhan. Semangat ibadah yang telah terbangun selama Ramadhan sebaiknya tetap dijaga dan ditingkatkan di bulan ini.

  • Waktu Yang Baik Untuk Menikah:

    • Rasulullah SAW menikahi Aisyah RA pada bulan syawal, maka dari itu bulan syawal dianjurkan untuk melangsungkan pernikahan.

Mari kita jadikan bulan Syawal sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri, mempererat hubungan dengan sesama, dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Semoga kita semua mendapatkan berkah dan ampunan di bulan yang mulia ini.


Oleh : Alip