Selasa, 12 Agustus 2025, Al Habib Hasyim bin Abdrurrahman Alaydrus (pengasuh Ma’had Al Budur Fii ‘Uluumil Qur’an Tarim, Yaman) dengan anugerah Allah dapat mengunjungi Pondok Pesantren Putra Al Fattah Kudus.
Habib Dr. Hasyim bin Abdurrahman Al-Idrus adalah seorang ulama yang berasal dari Tarim, Hadramaut. Beliau menempuh pendidikan di berbagai tempat, dimulai dari berguru kepada Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar di Baidha’, yang juga merupakan guru dari Habib Umar bin Hafidz, menjadikan beliau berdua berada dalam satu perguruan. Setelah itu, beliau melanjutkan pendalaman ilmunya di Darul Mustofa yang dipimpin oleh Habib Umar bin Hafidz.
Beliau melanjutkan pendidikan ke Mesir, di mana beliau meraih gelar sarjana dan magister di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif dengan fokus pada tafsir dan ilmu Al-Qur’an. Di sana, beliau juga mendapatkan sanad qira’ah ‘asyrah sughra dan kubra serta berbagai ijazah kitab. Studi doktoral beliau selesaikan di Universitas Az-Zaitunah, Tunisia, di bidang ilmu Al-Qur’an, dengan mengulang program magister di jurusan yang sama, dan beliau lulus dengan predikat mumtaz ma’a martabah syaraf (sempurna dengan sangat mulia). Beliau juga pewaris sanad Al-Qur’an urutan ke-29 dari Rasulullah ﷺ.
Jabatan:
1. Pendiri dan pengasuh Ma’had Al Budur Fii ‘Uluumil Qur’an Tarim, Yaman.
2. Pendiri dan pemimpin Qismut Tahfidz Qur’an di Ma’had Darul Musthofa Tarim, Yaman.
3. Ketua dan pembina Halaqah Qira’ah Sab’ah, ‘Asyrah Sughra Kubra di Ribath Ilmi Asy-Syarif Seiwun, Yaman. (1435 H).
4. Ketua Qismut Tafsir wa ‘Ulumil Qur’an di Universitas Al-Wasathiyyah Asy-Syar’iyyah Hadramaut, Yaman.
5. Anggota Majlis Ifta’ di Ribath Ilmi Asy-Syarif Seiwun dan Darul Faqih Tarim, Yaman.
⸻
Dalam tausiyahnya, Al Habib Hasyim menjelaskan beberapa poin utama:
1. Fath dan Al-Qur’an
Beliau menjelaskan bahwa nama pondok kita – Al Fattah – berasal dari shigat mubalaghah (lafal yang menunjukkan makna hiperbola). Demikian juga merujuk pada asma Allah Al-Fattah yang berarti “Maha Pembuka,” yang banyak membukakan pintu-pintu kebaikan. Beliau menekankan bahwa cara terbaik untuk mendapatkan futuh atau pembukaan dari Allah adalah melalui Al-Qur’an.
Fath ini bisa terwujud dalam bentuk pemahaman ilmu yang mudah, kelancaran dalam menghafal Al-Qur’an, dan ketenangan hati. Beliau memberikan contoh dari Al-Qur’an surah ke-48, yaitu surah Al-Fath yang bermakna kemenangan. Surah ini turun saat terjadi Perjanjian Hudaibiyah yang menjadi jalan bagi Allah untuk menganugerahkan kemenangan bagi umat Islam.
Intinya, dibalik semua kejadian Perjanjian Hudaibiyah, hikmah yang dapat kita ambil adalah bahwa fath atau kemenangan akan turun ketika kita bersabar, karena pertolongan Allah berada bukan pada masa-masa senang dan santai kita, melainkan di masa-masa sulit.
Sehingga, kalau kalian saat ini belajar dalam masa yang sulit, jauh dari orang tua, makannya sedikit, atau bahkan tidak ada makan, ya sabar. Karena orang yang sabar menghadapi kesulitan seperti itu dalam masa belajarnya, Allah akan memberikan dia futuh, Allah akan memberikan pembukaan terhadap ilmu-ilmunya. Tetapi kalau pekerjaannya tidur–makan, tidur–makan, ya dari mana mau di-futuh?
Jadi, futuh juga dimulai dari diri sendiri. Di sini beliau juga mengajarkan bahwa ketika engkau berada dalam kesulitanmu, barangkali itu jalan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan kepadamu futuh tersebut.
Dan jika Allah sudah membukakan seseorang lewat Al-Qur’an, maka ia akan diberi pemahaman yang tiada batasnya, seperti halnya lautan yang tak bertepi. Adapun ilmu-ilmu yang lain diibaratkan sungai-sungainya.
Setiap kita banyak membaca Al-Qur’an, Allah akan memberikan pemahaman yang baru, dan semakin banyak serta semakin sering mengulang Al-Qur’an, maka semakin besar pula pemberian Allah. Seperti yang dikatakan Al-Imam Asy-Syatibi:
وَإِنَّ كِتَابَ اللهِ أَوْثَقُ شَافِعٍ … وَأَغْنَى غَنَاءٍ وَاهِباً مُتَفَضِّلَا
“Dan sesungguhnya Kitab Allah (Al-Qur’an) adalah pemberi syafaat (penolong) yang paling kuat, dan merupakan harta karun pemberian yang tak akan ada habisnya dalam memberi kekayaan dan karunia.”
Bagaimana ciri-ciri kita -orang Indonesia- memperoleh futuh yang kesehariannya tidak berbahasa Arab? Yaitu, pertama, kita mendapat ketenangan hati dan kenyamanan ketika membaca serta mengulang-ulangnya tanpa ada rasa bosan. Kemudian, tingkat kedua adalah memperoleh pemahaman maknanya.
2. Keutamaan Ahlul Qur’an
Habib Hasyim menyebutkan bahwa orang yang menjadi Ahlul Qur’an memiliki kedudukan yang sangat mulia, bahkan disebut sebagai keluarga Allah. Kedudukan ini lebih agung daripada garis keturunan mana pun.
Al-Qur’an, menurut beliau, adalah warisan dari Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih. Warisan Allah ini berbeda dari yang lain, karena semakin banyak seseorang membaca atau menghafal, semakin banyak pula warisan spiritual yang didapatnya. Maka ambillah warisan ini dengan sebaik-baiknya.
Dan nasihat beliau kepada kita semua adalah:
عَظِّمُوا الْقُرْآنَ وَعَظِّمُوا أَهْلَ الْقُرْآنِ
“Agungkanlah (dengan penuh penghormatan) Al-Qur’an, begitu juga kepada guru-guru kita.”
3. Adab kepada Guru
Poin terakhir yang ditekankan adalah adab atau etika kepada guru. Beliau menyampaikan bahwa guru lebih mulia dari ayah kandung karena guru membimbing ruh menuju Allah, sementara ayah hanya memelihara jasad.
Berbakti kepada guru dianggap sebagai bagian dari berbakti kepada orang tua. Bentuk penghormatan utama adalah dengan menuruti perintah, mendoakan, dan menjaga adab.
Habib Hasyim juga menyampaikan bahwa beradab kepada guru akan membuahkan hasil di mana murid-murid kita di masa depan juga akan beradab baik kepada kita. Sebagaimana jika kita berbakti kepada kedua orang tua, kelak anak-anak kita juga akan berbakti kepada kita.
Oleh : Tim Litbang.
0 comments: