Thursday, September 4, 2025

Sang Pembenar : Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu 'anhu

   

 Lahir di Mekkah dua tahun setelah kelahiran Rasulullah ﷺ, Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq adalah salah satu tokoh paling terkemuka dari klan Bani Tamim, bagian dari suku Quraisy yang sangat disegani. Meskipun terlahir dengan nama Abdul Ka'bah—yang berarti 'hamba Ka'bah'—nama ini diubah oleh Rasulullah ﷺ menjadi Abdullah, sebuah nama yang lebih mulia dan bermakna 'hamba Allah'. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan karakter yang luar biasa. Berbeda dengan pemuda Mekkah pada umumnya yang terbiasa dengan pesta, judi, dan minum-minuman keras, Sayyidina Abu Bakar menjalani hidup yang bersih dari hal-hal tersebut. Beliau adalah sosok yang cerdas, memiliki hati yang lembut, dan dikenal dengan kejujuran serta kesabaran yang tak tertandingi.

    Kemuliaan akhlaknya tercermin dalam profesinya sebagai seorang pedagang ulung. Dengan modal awal 40.000 dirham, beliau membangun kekayaan yang besar, namun bukan dengan cara curang. Kejujuran adalah modal utamanya. Beliau dikenal menepati janji dan memperlakukan semua orang, baik kawan maupun lawan, dengan adil. Kekayaannya tidak membuatnya sombong, melainkan menjadikannya lebih dermawan, gemar menolong, dan membebaskan orang-orang yang tertindas. Beliau adalah salah satu orang yang paling dihormati di Mekkah sebelum datangnya Islam.

Keislaman dan Gelar Mulia
    Ketika Rasulullah ﷺ memulai dakwahnya, Sayyidina Abu Bakar menjadi laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam tanpa keraguan sedikit pun. Keimanan yang langsung menancap di hatinya menunjukkan kedalaman pemahaman beliau tentang kebenaran. Beliau tidak memerlukan bukti, karena beliau telah mengenal kebenaran dalam diri Rasulullah ﷺ selama puluhan tahun persahabatan mereka.

    Keimanan Sayyidina Abu Bakar diuji dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Ketika banyak penduduk Mekkah, bahkan sebagian kaum Muslim, ragu dan menertawakan cerita Rasulullah ﷺ tentang perjalanannya dalam semalam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan kemudian naik ke langit, namun Sayyidina Abu Bakar langsung membenarkannya. Dengan keyakinan penuh, ia berkata, "Jika ia yang mengatakannya, maka ia adalah orang yang benar." Dari sinilah beliau mendapatkan gelar yang abadi, "As-Siddiq", yang berarti 'yang berkata benar'. Gelar ini bukan sekadar julukan, melainkan pengakuan atas kebenaran imannya yang absolut.

    Pengorbanan Sayyidina Abu Bakar tidak hanya sebatas kata-kata. Beliau rela mengorbankan seluruh hartanya untuk perjuangan Islam. Dengan hartanya, beliau membebaskan budak-budak yang disiksa karena memeluk Islam, termasuk Bilal bin Rabah, yang kemudian menjadi salah satu muazin paling terkenal dalam sejarah Islam. Tindakannya ini menunjukkan komitmen totalnya pada dakwah.

Sahabat Setia dalam Hijrah dan Ketaatan Penuh
    Persahabatan antara Sayyidina Abu Bakar dan Rasulullah ﷺ adalah salah satu yang paling agung dalam sejarah. Ketika kaum kafir Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah ﷺ, Sayyidina Abu Bakar adalah satu-satunya sahabat yang menemani beliau dalam perjalanan hijrah yang berbahaya dari Mekkah ke Madinah. Mereka bersembunyi di dalam Gua Tsur, di mana Sayyidina Abu Bakar menunjukkan kesetiaannya yang luar biasa. Beliau membersihkan gua dari segala macam serangga dan bahkan menutup lubang-lubang dengan kakinya, khawatir ada sesuatu yang membahayakan Rasulullah ﷺ. Bahkan ketika Rasulullah ﷺ meletakkan kepala di pangkuannya dan tertidur, Sayyidina Abu Bakar menahan rasa sakit akibat gigitan kalajengking demi tidak membangunkan beliau.

Kepemimpinan Sebagai Khalifah
    Setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, Sayyidina Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama melalui musyawarah. Masa kepemimpinannya yang berlangsung selama dua tahun tiga bulan adalah masa yang sangat krusial bagi kelangsungan Islam. Beliau menghadapi dua tantangan besar yang mengancam kehancuran umat dari dalam:

  1. Perang Riddah (Perang Melawan Kemurtadan): Banyak kabilah Arab yang baru masuk Islam kembali murtad dan menolak membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Sebagian dari mereka bahkan mengangkat nabi-nabi palsu. Dengan ketegasan dan kebijaksanaan, Sayyidina Abu Bakar memimpin pasukan Muslim untuk memerangi mereka. Beliau berprinsip bahwa zakat adalah kewajiban yang tidak bisa dipisahkan dari syahadat. Berkat kepemimpinan beliau yang kuat, pemberontakan ini berhasil dipadamkan, dan persatuan umat Islam kembali tegak.

  2. Pembukuan Al-Qur'an: Dalam pertempuran melawan kaum murtad, banyak dari para Sahabat yang gugur, termasuk para huffaz (penghafal Al-Qur'an). Kekhawatiran akan hilangnya ayat-ayat suci mendorong Sayyidina Umar bin Khattab mengusulkan kepada Sayyidina Abu Bakar untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an. Meskipun awalnya ragu karena ini adalah hal yang belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah ﷺ, Sayyidina Abu Bakar akhirnya setuju. Beliau menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua lembaran Al-Qur'an, dari pelepah kurma, batu, tulang, hingga hafalan para Sahabat. Perintah ini menjadi salah satu kontribusi terbesar dan paling monumental dari beliau, yang menjaga keaslian dan kelestarian kitab suci umat Islam hingga hari ini.

Akhir Hayat dan Kemuliaa Tertinggi

    Setelah kepemimpinan yang penuh tantangan, Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq wafat pada tanggal 23 Agustus 634 M. Beliau mengembuskan napas terakhirnya di usia 61 tahun. Kehilangan beliau merupakan duka yang mendalam bagi seluruh kaum muslimin. Atas permohonannya, beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah ﷺ, sebuah tempat terhormat yang mencerminkan kedekatan dan keagungan posisinya di sisi Rasulullah ﷺ.

    Sayyidina Abu Bakar meninggalkan warisan yang tak terhingga. Beliau adalah simbol kesetiaan tanpa syarat, pengorbanan tanpa batas, dan kepemimpinan yang tegas dan bijaksana. Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa Sayyidina Abu Bakar adalah orang yang akan dipanggil dari semua pintu surga pada Hari Kiamat. Ini adalah bukti kehormatan tertinggi yang diberikan kepadanya, sebagai pengakuan atas segala pengabdian dan keteguhan imannya. Beliau adalah jembatan yang menghubungkan era kenabian dengan era kekhalifahan, memastikan ajaran Islam tetap tegak setelah wafatnya Rasulullah ﷺ.

oleh : Tim Litbang.

Wednesday, September 3, 2025

Sang Pembeda Antara Haq dan yang Bathil : Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

 

    Kisah Sayyidina Umar bin Khattab adalah kisah tentang seorang tokoh yang pada awalnya sangat membenci Islam, namun kemudian menjadi salah satu pilar terkuatnya. Kisah ini menceritakan perjalanan beliau yang penuh gejolak, dari seorang yang paling menentang hingga menjadi pahlawan yang memuliakan Islam.

Awal Penentangan terhadap Islam

    Sebelum masuk Islam, Sayyidina Umar bin Khattab dikenal sebagai salah satu pemuka Quraisy yang paling kejam dan paling membenci ajaran tauhid. Ia adalah sosok yang disegani dan ditakuti, bersekutu erat dengan Abu Jahal, dan keduanya selalu kompak dalam menindas kaum Muslim. Saking kuatnya kebencian Sayyidina Umar, ia bahkan membuat jadwal harian khusus untuk menyiksa orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ, melakukan penyiksaan dengan kejam dan tanpa belas kasihan. Kebencian ini telah mendarah daging, diturunkan dari ayahnya, Khattab bin Amr bin Nufail, yang juga seorang pembenci ajaran tauhid.

Pergolakan Batin dan Peristiwa yang Mengubah Hati

    Pergolakan batin Sayyidina Umar dimulai suatu malam ketika ia sedang berpatroli. Dalam kegelapan, ia melihat seorang wanita bernama Ummu Abdillah, yang sedang menggendong anaknya, berusaha hijrah secara diam-diam melalui pegunungan yang sulit. Melihat seorang ibu berjuang sekuat tenaga, menanggung beban berat demi menjaga keimanannya, hati Sayyidina Umar yang keras mulai merasakan kegelisahan. Ia merasa ada yang salah dengan tindakannya selama ini. Namun, alih-alih merenung, ia memutuskan untuk mengakhiri masalah ini secara radikal, yakni membunuh Nabi Muhammad ﷺ.

    Di tengah perjalanan untuk melampiaskan niat jahatnya, Sayyidina Umar bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah, seorang Muslim yang menyembunyikan keimanannya. Nu'aim membocorkan rahasia bahwa adik perempuan Sayyidina Umar, Fatimah, dan suaminya, Said bin Zaid, telah memeluk Islam. Mendengar berita tersebut, amarah Sayyidina Umar memuncak. Ia segera berbalik arah dan bergegas menuju rumah adiknya. Tanpa ragu, ia mendobrak pintu dan mendapati Fatimah serta suaminya sedang membaca Al-Qur'an, dipandu oleh guru ngaji mereka, Khabbab bin Al-Arat. Sayyidina Umar langsung memukuli Said dan mendorong Fatimah hingga ia terjatuh dan berdarah.

    Namun, Fatimah yang berlumuran darah justru menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa. Dengan lantang, ia berteriak, "Wahai Umar, jika pun engkau membunuhku, ketahuilah, kami telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya!"

Sayyidina Umar Memeluk Islam

    Mendengar keteguhan hati adiknya yang luar biasa, hati Sayyidina Umar yang sekeras batu mulai luluh. Ia merasakan getaran aneh dan tiba-tiba saja merasa menyesal. Dengan lembut, ia meminta untuk diperlihatkan apa yang mereka baca. Fatimah, yang baru saja bangkit, meminta Sayyidina Umar untuk bersuci terlebih dahulu. Setelah itu, Sayyidina Umar mengambil lembaran yang berisi surat Thaha. Ia membaca ayat-ayat suci itu, dan keindahan serta kebenaran Al-Qur'an merasuk ke dalam relung hatinya.

طٰهٰ​ ۚ‏مَاۤ اَنۡزَلۡـنَا عَلَيۡكَ الۡـقُرۡاٰنَ لِتَشۡقٰٓى ۙ‏اِلَّا تَذۡكِرَةً لِّمَنۡ يَّخۡشٰى ۙ‏ تَنۡزِيۡلًا مِّمَّنۡ خَلَقَ الۡاَرۡضَ وَالسَّمٰوٰتِ الۡعُلَى ؕ‏ 

"Thaa Haa. Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau susah payah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi."

    Ayat-ayat ini meluluhkan kekerasan hatinya dan mengubah pandangannya. Sayyidina Umar kemudian bertanya di mana ia bisa menemukan Nabi Muhammad ﷺ. Khabbab bin Al-Arat, yang sejak tadi bersembunyi di dalam rumah, keluar dan menuntun Sayyidina Umar ke Darul Arqam, sebuah tempat persembunyian para sahabat.

Di sana, Nabi Muhammad ﷺ menyambut Sayyidina Umar dengan pertanyaan yang menusuk kalbu, "Wahai Umar, apakah engkau akan menunggu azab Allah datang baru engkau mau beriman?" Pertanyaan itu diulang hingga tiga kali, dan akhirnya Sayyidina Umar berlutut, tak kuasa menahan gejolak di dadanya. Ia pun mengucapkan syahadat, "Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah." Seketika, para sahabat yang berada di dalam ruangan bertakbir dengan suara yang sangat keras hingga getarannya terdengar sampai ke Ka'bah.

Pahlawan Pembela Islam

    Setelah beriman, Sayyidina Umar tidak ragu sedikit pun. Ia langsung bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ, "Siapa orang yang paling membenci Islam selain diriku?" Para sahabat menjawab, "Abu Jahal." Sayyidina Umar segera mendatangi rumah Abu Jahal, dan dengan berani mengucapkan syahadat di depannya, membuat Abu Jahal terkejut dan membanting pintu. Tidak berhenti di situ, Sayyidina Umar lalu mencari Jamil bin Ma'mar, seseorang yang dikenal tidak bisa menyimpan rahasia, dan mengucapkan syahadatnya di hadapan banyak orang di sekitar Ka'bah. Sesuai dugaan, berita keislaman Sayyidina Umar menyebar dengan sangat cepat di seluruh Mekkah.

    Akibatnya, Sayyidina Umar dikeroyok oleh puluhan orang Quraisy dari pagi hingga sore selama berhari-hari. Namun, beliau tetap berdiri teguh, terus berteriak mengucapkan syahadatnya tanpa rasa takut. Keberanian dan ketabahannya membuat orang-orang Quraisy ketakutan, dan mereka akhirnya tidak lagi berani mengganggunya. Keislaman Sayyidina Umar bin Khattab ini menjadi tonggak penting yang menguatkan Islam dan mengabulkan doa Nabi Muhammad ﷺ yang meminta kepada Allah untuk memuliakan Islam dengan salah satu dari dua Umar, yaitu Umar bin Amr bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab.

Masa Kekhalifahan dan Keagungan Al-Faruq

    Setelah Sayyidina Umar bin Khattab mengucapkan syahadat, keislamannya tidak hanya mengubah pribadinya, tetapi juga mengubah wajah Islam secara keseluruhan. Ia menjadi kekuatan baru yang membuat Islam berani menampakkan diri. Ibnu Mas'ud, salah seorang sahabat, bahkan mengatakan, "Kami senantiasa menjadi mulia semenjak Islamnya Umar."

    Pasca wafatnya Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah kedua. Selama 10 tahun memimpin, beliau menunjukkan keteladanan yang luar biasa dan menorehkan sejarah gemilang bagi peradaban Islam. Beliau dijuluki Al-Faruq, yang berarti 'pembeda antara yang hak dan yang batil', sebuah julukan yang diberikan langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ karena keberaniannya.

    Di bawah kepemimpinan beliau, wilayah kekuasaan Islam meluas dengan sangat pesat, mencakup wilayah seluas 1,5 juta km². Pasukan Muslim berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia dan menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Romawi, termasuk Syam dan Mesir. Sayyidina Umar adalah seorang ahli strategi perang yang ulung, namun kepemimpinannya tidak hanya terbatas pada militer.

    Beliau juga seorang pemimpin yang visioner dan adil. Beliau melakukan berbagai reformasi administratif yang fundamental, di antaranya:

  •  Pembentukan Sistem Pemerintahan: Sayyidina Umar membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa provinsi, menetapkan gubernur, dan mendirikan lembaga peradilan untuk memastikan tegaknya keadilan.
  •  Penetapan Kalender Hijriah: Untuk menyatukan umat Islam, beliau menetapkan kalender Islam yang dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Mekkah ke Madinah.
  •  Baitul Mal (Kas Negara): Beliau mendirikan lembaga keuangan negara untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran, memastikan setiap warga negara mendapatkan haknya, termasuk memberikan santunan kepada fakir miskin dari kalangan Muslim, Yahudi, dan Nasrani.
  •  Pelayanan Publik: Beliau membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan rumah peristirahatan bagi para musafir. Beliau juga mendirikan sekolah dan memberikan gaji kepada guru.

    Meskipun memimpin kekhalifahan yang begitu luas dan kaya, Sayyidina Umar tetap menjalani hidup yang sangat sederhana. Beliau sering berpatroli di malam hari untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Beliau tidak segan tidur di bawah pohon, mengenakan pakaian yang bertambal, dan makan roti gandum keras. Keadilan dan kesederhanaannya membuatnya dicintai oleh rakyatnya dan disegani oleh musuh-musuhnya.

Akhir Perjalanan dan Wafatnya Sang Khalifah

    Kisah hidup Sayyidina Umar bin Khattab berakhir tragis. Pada tanggal 26 Dzulhijjah tahun 23 Hijriah, saat sedang mengimami shalat Subuh di Masjid Nabawi, beliau ditusuk oleh seorang budak Majusi Persia bernama Abu Lu'lu'ah (Fairuz). Serangan itu dilakukan dengan belati bermata dua yang telah dilumuri racun. Sayyidina Umar terjatuh bersimbah darah setelah mendapatkan enam tusukan.

    Meskipun terluka parah, beliau tetap berupaya melanjutkan shalat dan sempat menunjuk Abdurrahman bin Auf sebagai penggantinya untuk mengimami shalat. Sebelum menghembuskan napas terakhir, beliau menunjukkan ketenangan luar biasa dan mengucapkan rasa syukurnya bahwa pembunuhnya bukanlah seorang Muslim.

    Sayyidina Umar bin Khattab wafat tiga hari setelah penusukan, meninggalkan warisan kepemimpinan yang adil dan berani. Atas permintaannya, beliau dimakamkan di samping makam Nabi Muhammad ﷺ dan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Wafatnya Sayyidina Umar merupakan kehilangan besar bagi umat Islam, dan para sahabat, termasuk Ibnu Mas'ud, mengenangnya sebagai sosok yang telah menjadi benteng pelindung bagi umat.


Tuesday, September 2, 2025

Sang Pemilik Dua Cahaya : Sayyidina Usman bin Affan radhiyallahu 'anhu

 

    Sayyidina Usman bin Affan, salah satu sahabat terkemuka dan yang ketiga dari empat Khulafaur Rasyidin, yang masa kepemimpinannya adalah yang terlama. Beliau adalah satu-satunya manusia yang menikahi dua putri dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Karena hal inilah, beliau dijuluki "Dzun Nurain" (Sang Pemilik Dua Cahaya). Selain itu, beliau juga memiliki beberapa julukan lain, seperti Abu Amr pada masa Jahiliyah dan Abu Abdullah setelah memeluk Islam. Ada juga yang memanggilnya Abu Laila karena kelembutan hatinya.

    Sayyidina Usman lahir enam tahun setelah Tahun Gajah dari Bani Umayyah, klan yang kaya dan terpandang di Mekah. Nasabnya sangat mulia dan bersinggungan langsung dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, karena neneknya, Ummu Hakim Al Baidah binti Abdul Muththalib, adalah bibi kandung Nabi. Dari segi fisik, beliau digambarkan memiliki postur sedang, berambut lebat, tampan, dan berkulit kecoklatan.

Sifat dan Kepribadian yang Mulia

    Meski terlahir dalam kemewahan, Sayyidina Usman adalah pribadi yang sederhana, cerdas, jujur, dan sangat saleh. Beliau dikenal memiliki sifat pemalu yang luar biasa. Konon, saking pemalunya, beliau selalu mematikan lampu saat mandi agar tidak melihat kemaluannya sendiri.

    Sifat malunya ini disaksikan langsung oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sebuah kisah menceritakan bahwa suatu kali Nabi sedang duduk santai bersama Abu Bakar dan Umar bin Khattab dengan pakaian yang sedikit tersingkap. Namun, begitu Sayyidina Usman datang dan meminta izin untuk masuk, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam langsung duduk tegak dan merapikan pakaiannya. Saat Sayyidah Aisyah bertanya mengapa Nabi berbuat demikian, Nabi menjawab, "Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang para malaikat pun malu kepadanya?" Ini menunjukkan betapa mulianya akhlak dan sifat pemalu Sayyidina Usman di mata Allah dan para malaikat.

Masuk Islam dan Kedermawanan Luar Biasa

    Setelah kembali dari perjalanan bisnisnya ke Suriah, Sayyidina Usman mendengar kabar tentang ajaran baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dari sahabatnya, Abu Bakar. Tanpa ragu, beliau langsung memeluk Islam dan menjadi salah satu dari golongan as-sabiqun al-awwalun (orang-orang yang pertama kali memeluk Islam).

    Keimanannya tidak hanya ditunjukkan dengan lisan, tetapi juga dengan harta. Beliau tidak pernah ragu mengeluarkan hartanya demi kepentingan dakwah. Beberapa contoh kedermawanannya yang monumental adalah:

  • • Perang Tabuk: Ketika kaum Muslimin mengalami kesulitan dana untuk mempersiapkan 30.000 pasukan, Sayyidina Usman tampil sebagai pahlawan. Beliau menyumbangkan 1.000 dinar (koin emas), 900 ekor kuda perang, dan 10 ekor unta. Melihat sumbangan yang begitu besar, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada yang bisa menghalangi Sayyidina Usman masuk surga setelah apa yang dia lakukan hari ini."

  • • Perluasan Masjid Nabawi: Beliau membeli sebidang tanah milik seorang Yahudi seharga 25.000 dirham untuk memperluas Masjid Nabawi. Kedermawanan ini juga berlanjut saat ia membeli tanah untuk perluasan Masjidil Haram di Mekah seharga 10.000 dirham. 

  • • Sumur Rumah: Di Madinah, hanya ada satu sumur air tawar yang dimiliki oleh seorang Yahudi. Melihat kesulitan kaum Muslimin, Sayyidina Usman membeli sumur tersebut seharga 12.000 dirham. Kemudian, sumur tersebut beliau wakafkan agar seluruh umat Islam dapat mengambil air secara gratis. Sumur ini masih ada hingga kini dan dikelola oleh pemerintah Arab Saudi. Bahkan, hasil dari kebun kurma yang juga diwakafkan oleh Sayyidina Usman terus dipanen dan disedekahkan atas namanya.

Masa Kekhalifahan dan Akhir Hayat yang Syahid

    Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab, Sayyidina Usman terpilih sebagai khalifah ketiga. Masa kepemimpinannya membawa banyak kemajuan, seperti:

 •Penyatuan dan penyempurnaan mushaf Al-Qur'an.

 •Pembentukan lembaga keamanan (polisi) dan mahkamah (pengadilan) 

 •Pendirian armada maritim pertama dalam sejarah Islam.

    Namun, di akhir kekhalifahannya, beliau diuji dengan fitnah besar yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Fitnah ini menciptakan perpecahan dan menyebabkan pemberontakan. Puncaknya, rumah Sayyidina Usman dikepung oleh para pemberontak selama 40 hari. Meskipun memiliki kekuatan untuk melawan, beliau menolak menumpahkan darah kaum Muslimin. Beliau memilih untuk tidak membela diri, bahkan saat para sahabatnya menawarkan perlindungan.

    Pada akhirnya, Sayyidina Usman bin Affan wafat dalam keadaan syahid pada usia 82 tahun. Beliau dibunuh oleh para pemberontak ketika sedang khusyuk membaca Al-Qur'an, yang darahnya mengalir dan membasahi lembaran suci tersebut. Kisah hidupnya adalah teladan tentang kedermawanan, kesabaran, dan pengorbanan yang tak tergantikan.


Oleh : Tim Litbang.