Sayyidina Abul Ash bin Ar-Rabi' adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad yang memiliki kisah hidup unik dan penuh dengan pelajaran berharga. Beliau dikenal sebagai menantu kesayangan Rasulullah, suami dari putri sulung beliau, sayyidah Zainab binti Sayyidina Muhammad. Kisah cinta dan keimanannya melewati berbagai rintangan, termasuk perbedaan keyakinan.
Berikut adalah ringkasan kisah sayyidina Abul Ash bin Ar-Rabi':
Latar Belakang dan Pernikahan
Sayyidina Abul Ash bin Ar-Rabi' berasal dari Bani Abdu Syams, suku Quraisy yang terpandang di Mekah. Beliau dikenal sebagai seorang pedagang yang sukses, jujur, dan terpercaya. Nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakek buyut mereka, Abdu Manaf. Ibu sayyidina Abul Ash, Halah binti Khuwailid, adalah saudari kandung dari sayyidah Khadijah, istri Nabi Muhammad. Hal ini menjadikan Sayyidina Abul Ash memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan keluarga Nabi.
Sayyidina Abul Ash menikahi sayyidah Zainab binti Muhammad sebelum masa kenabian. Pernikahan mereka berlangsung atas permintaan sayyidah Khadijah, yang sangat menyayangi Sayyidina Abul Ash seperti putranya sendiri. Keduanya saling mencintai dan hidup bahagia.
Perbedaan Keyakinan dan Ujian
Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu dan diangkat menjadi Rasul, sayyidah Zainab segera memeluk Islam. Namun, Sayyidina Abul Ash menolak ajakan istrinya untuk mengikuti agama baru tersebut. Karena beliau khawatir dicap sebagai pengkhianat oleh kaumnya. Meskipun demikian, beliau tetap menghormati dan tidak pernah mengganggu keyakinan sayyidah Zainab. Beliau juga menolak bujukan kaum Quraisy untuk menceraikan sayyidah Zainab, hal ini menunjukkan kesetiaan beliau sebagai seorang suami.
Ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah, sayyidah Zainab diizinkan oleh Rasulullah untuk tetap tinggal di Mekah bersama suaminya yang belum beriman.
Perang Badar dan Kalung Sayyidah Khadijah
Pada Perang Badar, Sayyidina Abul Ash terpaksa bergabung dengan barisan kaum musyrikin Quraisy untuk melawan kaum muslimin. Namun, pasukan Quraisy mengalami kekalahan, dan Sayyidina Abul Ash menjadi salah satu tawanan.
Untuk membebaskan Sayyidina Abul Ash, sayyidah Zainab mengirimkan tebusan dari Mekah. Tebusan itu berupa perhiasan, termasuk sebuah kalung yang sangat familiar bagi Rasulullah. Ternyata, kalung itu adalah hadiah pernikahan dari sayyidah Khadijah kepada sayyidah Zainab. Melihat kalung tersebut, Rasulullah menjadi sangat terenyuh dan teringat akan mendiang istrinya.
Dengan penuh kasih, Rasulullah berbicara kepada para sahabatnya, "Jika kalian bersedia membebaskan tawanan ini dan mengembalikan hartanya, maka aku akan menghargai kalian." Para sahabat pun setuju dan membebaskan Sayyidina Abul Ash tanpa tebusan, atas dasar penghormatan kepada Nabi. Sebagai syarat pembebasan, Sayyidina Abul Ash berjanji akan mengizinkan sayyidah Zainab untuk hijrah ke Madinah.
Perjalanan Hijrah Sayyidah Zainab dan Cobaan Berat
Setelah kembali ke Mekah, Sayyidina Abul Ash menepati janjinya. Beliau mengantar sayyidah Zainab keluar kota untuk diserahkan kepada utusan Rasulullah yang menunggu. Namun, dalam perjalanan, sayyidah Zainab diserang oleh kaum Quraisy. Beliau didorong hingga terjatuh dari untanya dan mengalami luka serius, yang menyebabkan keguguran kandungannya. Insiden ini menunjukkan betapa besar kebencian kaum Quraisy terhadap Islam dan keluarga Nabi.
Meski demikian, sayyidah Zainab berhasil melanjutkan perjalanannya dan sampai dengan selamat di Madinah. Beliau tinggal di sana bersama ayahnya, sementara Sayyidina Abul Ash tetap di Mekah.
Sayyidina Abul Ash Masuk Islam
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 6 Hijriah, Sayyidina Abul Ash kembali melakukan perjalanan dagang ke Syam. Di tengah perjalanan pulang, kafilah dagangnya dicegat oleh pasukan muslimin di bawah pimpinan Sayyidina Zaid bin Haritsah. Semua harta dagangan Sayyidina Abul Ash disita sebagai rampasan perang. Sayyidina Abul Ash berhasil meloloskan diri dan diam-diam pergi ke Madinah untuk menemui sayyidah Zainab. Beliau meminta perlindungan dari istrinya.
Pagi harinya, sayyidah Zainab mengumumkan di depan masjid bahwa Beliau telah memberikan perlindungan kepada sayyidina Abul Ash. Rasulullah mengizinkan perlindungan tersebut. Sayyidina Abul Ash memohon kepada Rasulullah agar harta dagangannya dikembalikan karena harta itu milik banyak orang Quraisy yang telah mempercayainya. Rasulullah kemudian meminta para sahabat untuk mengembalikan semua harta dagangan sayyidina Abul Ash. Para sahabat pun dengan sukarela memenuhi permintaan itu.
Dengan integritas dan kejujuran yang luar biasa, sayyidina Abul Ash membawa kembali seluruh harta tersebut ke Mekah dan menyerahkannya kepada pemiliknya masing-masing. Setelah menunaikan amanah, beliau mengumumkan keislamannya.
Keislaman sayyidina Abul Ash itu tentu saja membuat Sayyidah Zainab gembira. Rasulullah sadar bahwa keduanya masih saling mencintai. Maka kemudian, Rasulullah menyerahkan kembali Sayyidah Zainab kepada sayyidina Abul Ash. Merujuk kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, ada dua pendapat terkait dengan rujuknya sayyidina Abul Ash dengan Sayyidah Zainab. Pertama, Rasulullah mengembalikannya pada nikah yang pertama. Artinya, tidak ada akad nikah lagi. Kedua, rujuknya Sayyidah Zainab dengan sayyidina Abul Ash disertai dengan ‘akad nikah baru’.
Keduanya kembali bersatu dan hidup bahagia sebagai sepasang suami istri muslim. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setahun setelah mereka bersatu kembali, sayyidah Zainab wafat. Sayyidina Abul Ash sangat sedih dan terpukul atas kepergiannya.
Kisah sayyidina Abul Ash bin Ar-Rabi' adalah contoh nyata dari kesetiaan, kejujuran, dan keimanan yang akhirnya datang. Kisah cinta yang kuat antara beliau dan sayyidah Zainab juga menjadi salah satu cerita paling mengharukan dalam sejarah Islam.
Oleh: Tim Litbang.